Profil

Selasa, 31 Mei 2016

Syahadat Muallaf dan Muslim

SEJAK KAPAN KITA BERAGAMA ISLAM ?
PERTANYAAN nakal semacam itu, sepertinya kita anggap biasa saja, bahkan cenderung mengada-ngada, padahal kalau kita tafakkuri justru pertanyaan itu akan membuat kita “clingu’an”, pusing bahkan kalau dipikirkan terlalu keras bisa botak, masalahnya salah satu persyaratan untuk menganut agama islam adalah dengan mengucapkan dua kalimah syahadat yaitu “ Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullah " (Saya bersaksi bahwa tiada Ilah (Tuhan) selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah)
Lalu bagaimana dengan kita yang mengaku beragama islam ini, tetapi tidak pernah merasa mengucapkan dua kalimat Syahadat di hadapan beberapa orang saksi? Kalau golongan muallaf sangat mudah menjawabnya, ketika ditanya hal yang serupa, bahkan dengan jelas dan bangganya mereka bercerita kalau dirinya menganut agama islam sejak tanggal ini, bulan sekian dan tahun itu dengan disaksikan ulama ini, kyai itu, ustat ini, ustat itu. Termasuk juga tempat di mana dia di syahadatkan bahkan tanpa ditanyapun menjelaskan kalau setelah selesai berikrar masuk agama islam diberi kenang-kebangan berupa sertifkat, pakaian muslim dan zakat, subhanallah mereka benar-benar luar biasa, bisa tahu kapan dirinya mulai beriman kepada Allah.
Sedang kita ? Karena memang tidak melewati momentum seremonial yang sakral, akhirnya bingung sendiri, bahkan saking bingungnya tidak sedikit diantara kita sampai usia dewasapun belum sholat, belum zakat, belum puasa, apalagi naik haji tambah jauh dari alam pikirannya karena kehidupannya selalu dikuasai untuk memperluas kekuasaan dan memperbanyak kebendaan. Mau apalagi kalau kenyataannya memang begitu, bahwa dirinya benar – benar tidak tahu saat kapan masuk islam. Karena memang tidak tahu? Akhirnya walau sadar usianya telah menginjak 50 tahun lebih, ya dilewati begitu saja. Beda dengan dengan para muallaf, mereka dengan bangganya selalu bercerita kalau masuk islamnya baru 5 tahun yang lalutetapi sudah bisa menghatamkan al quran sebanyak 3 kali. Subhanallah, kita benar-benar dibuat dungu kalau mendengar pengakuan para muallaf diusia seumur jagung menganut agama islam tetapi sudah mampu melakukan hal-hal agung bahkan ada yang menjadi dai segala, sedang usia kita sudah mencapai 50 tahun justru tambah linglung, boro-boro menghatamkan al qur’an mengajipun tidak belum pernah. Hidup semacam itu benar-benar merugi, bagaimana tidak? masa terus berganti sementara bathin keimanan kita tetap mati “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, dan mau saling nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran” (Q.S. Al-‘Ashr : 1-3)
Hehehe jangan bangga dulu, yang seakan-akan kita punya peluang untuk memelihara kabing hita, Apa yang dipaparkan Itu hanya nalar berpikiran orang nakal saja, sebab kita yang dilahirkan dari keluarga muslim. Allah SWT memang sudah memberi remondasi khusus, untuk tidak melakukan suatu upacara seperti apa yang disyaratkan kepada para muallaf, mengingat sejak dini sudah bersyahadat saat kita berada di dalam sulbi bapaknya dan rahim ibunya , sebagaimana firman Allah “ Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):"Bukankah Aku ini Rabbmu". Mereka menjawab:"Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb)". (QS. 7:172)
Atas dasar firman Allah tersebut maka dengan sendirinya setiap manusia yang lahir, sudah dalam keadaan islam, yang mengakui adanya Allah sebagai Rabb semesta alam dan mengakuiNya sebagai sesembahannya .. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa alihi sallam : “Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fithrah , maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia yahudi , atau menjadikan dia nashrani , atau menjadikan dia majusi” . ( HR . Al-Bukhary Muslim ) kalimat "fithrah" diluar sebutan yahudi , nashrani , dan majusi, menjelaskan bahwa maksud dari kalimat Al-Fithrah itu adalah islam, sebagaimana dalam firman Allah : “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, ( 30 ) dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah “ (QS. Ar-Ruum : 30-31)
Sekarang menjadi jelaslah bahwa sesungguhnya setiap manusia yang dilahirkan dari keluarga muslim dengan sendirinya akan menjadi muslim, karena fitrah manusia adalah agama yang hanif ( agama islam ) yang mengajak kepada penyembahan semata-mata terhadap Allah Rabb semesta alam . jadi sepanjang yang dilahirkan sampai dewasa atau sampai ajal menjemput, tidak pernah mengotak atik kefitrahan yang merupakan hadiah dari Allah SWT yang sangat luar biasa bagi kaum muslimin berpindah kepada agama yahudi , nashrani , majusi dll. Maka selamanya ia beragama islam, seperti yang dijelaskan dalam hadist qudsy “Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hunafa' ( islam ) semuanya , kemudian syetan memalingkan mereka dari agama mereka , dan mengharamkan atas mereka apa yang Aku halalkan , dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak Aku turunkan keterangannya” ( HR . Muslim )
Alangkah sayang dan meruginya apabila kita sebagai umat islam yang Allah mudahkan itu, tiba-tiba kita sendiri yang membangun kesulitan-kesulitan dan celaka-celaka yang menjerumuskan dirinya kepada jurang kenistaan neraka jahannam karena tidak menepati janji ikrar dua kalimat syahadat yang terucap, oleh sebab itu mari kita pahami bahwa sesungguhnya syahadat yang kita sirrikan maupun dzahirkan itu tidak sekedar ungkapan tak bermakna, melainkan “ suatu pernyatan bathin yang harus kenyakini , suatu ungkapan lisan yang wajib ditepati dan suatu perbuatan amal yang harus dikerjakan” ‪#‎guru‬ kasabullah
Agar 3 unsur pokok pikiran itu tersebut, bisa terakomodasikan dengan baik, maka setidaknya kita perlu memiliki : Ilmu Pengetahuan, tentang Syahadat bahwa syahadat itu merupakan pernyatan bathin tentang keimanan kepada Allah sang pencipta dan kepada Rosulullah Muhammad Shallallhu alaihi wa alihu wa shallam sebagai utusan, yang diucapkan dengan lisan sebagai janji kepada alam semesta yang ditindak lanjuti dengan amal perbuatan sebagai jawaban atas yang diucapkan dan sebagai wujud dari apa yang diyakini # guru kasabullah
Sehingga pada akhirnya ilmu pengetahuan syahadat yang dimiliki dengan sendirinya dapat mengantarkan diri kepada jalan-jalan keselamatan yang penuh hidayah karena keyakinan keimanannya telah mencapai kemurnian disebabkan telah mendapat hidayah keikhlasan untuk tunduk kepada Allah dan Rasulnya, telah mendapat hidayah kejujuran untuk mengerjakan amal sholeh karena semata-mata rasa cintanya kepada Allah dan Rasulnya. # syahadat

Minggu, 29 Mei 2016

PERSIAPAN MEMASUKI BULAN PUASA

PERSIAPAN MEMASUKI BULAN PUASA

Hehehehehe  kayak mo ngikutin upacara bendera saja, pakai persiapan segala, emangnya puasa ada persiapannya juga?
Ya walau tidak ada, setidak-tidaknya apabila  kita mau mengacu kepada salah satu ayat (QS. Asy-Syu'araa, 26: 78-83)  "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh" berarti persiapan itu penting, karena hikmah merupakan hasil dari olah pikir atas suatu kejadian yang mempunyai sisi lemah dan sisi unggul, sehingga apabila ingin memperoleh keunggulan harus memperhatikan hal-hal yang membuat  lemah atas kejadian dimasud, agar apa yang akan dijalani tidak menimpa kepada dirinya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. al-Hasyr: 18-19 )
Kita sebagai imam atau kepala rumah tangga, tidak boleh iri apalagi hanyut dengan gaya persiapan istri dan anak dalam menyambut bulan puasa, diantaranya dengan menumpuk makanan, minuman dan pakaian baru dengan alasan senyampang harganya belum mahal dan  pilihannya banyak, pertimbangan mereka itu masuk akal tetapi tidak rasional sebab dalam hakikat ibadah puasa itu sendiri adalah mengendalikan hawa nafsu  bukan malah sebaliknya. agar apa yang ditakutkan oleh Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Alihi Wa shallam terhadap ummatnya tidak terjadi kepada keluarga kita utamanya kita sendiri: ”Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga.” 

Masyaallah, naidzubilla himindzaliq.... apakah hal semacam itu perlu terjadi juga kepada keluarga kita? Kalau tidak...... yuk kita halau,bimbing,kawal dan pantau keluarga kita dari kesia-siaan dalam melaksanakan ibadah puasa dengan cara yang bersahaja dan terkhormat serta tidak menyinggung perasaannya agar ibadah puasanya benar benar berkualitas dari terkoyaknya amarah hawa nafsunya.

Dalam surat At Tahriim ayat 6, “Hai orang orang beriman, peliharalah (selamatkanlah) dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu....(sampai akhir ayat)”
ini adalah ayat perintah kepada, kita selaku pribadi dan selaku kepala rumah tangga / imam /kholifah /pemimpin untuk memelihara atau menyelamatkan diri sendiri dan keluarga (anak istri/suami) dari api neraka (adzab dan siksa) yang bahan bakarnya dari manusia (diri sendiri anak, istri / suami) dan batu (materi kebendaan, keperluan, kepentingan dan kebutuhan hidup dalam jangka waktu tertentu bisa pendek, menengah, dan panjang)

Atas dasar firman Allah tersebut berarti Allah SWT ingin menjelaskan  kepada kita bahwa, setiap  diri kita yang berada dalam suatu ruang lingkup keluarga harus mewajibkan diri untuk menjadi tutor dan motivator dalam menjalankan amanah Allah dan RasulNya serta tidak boleh berdiam diri dalam mengharap perubahan sebab  dalam suatu firmannya Allah mengatakan ‘ Innallaha laa yughoiru maa bikaumin hatta yughoiru maa bianfusihim ”  sesungguhnya Allah tidak merubah nasib (keadaan) satu kaum(golongan) sampai mereka mau merubahnya.

Tanpa disadari usia kita sudah sampai di ujung himah, tapi tidak sedikit dari kita yang menjalani pelaksanaan ibadah puasa dari waktu ke waktu ya itu itu saja, soal makanan, minuman, pakaian baru,ketupat dan jalan-jalan sehingga setelah puasa tidak satupun nikmat atau pahala yang bisa kita rasakan  berupa “la allakum tattaqun” mengapa itu terjadi berulang hingga puluhan tahun? Jawabannya karena kita sendiri tidak mau merubahnya, semua mengalir begitu saja mengikuti tradisi istri, anak, mertua dan tetangga yang semestinya mereka itu dibawah kendali kita menghamba kepada Allah.

Persiapan yang dimaksud adalah :
1.  Bersyuci dan Bertaubat
Kita tahu bulan puasa itu adalah bulan suci dan kita juga tahu bahwa zat itu baru bisa bercampur dengan baik / homogen apabila jenis dan senyawanya sama. Begitu dengan bulan puasa kalau kita ingin bersenyawa lakukan penyucian diri secara syareat dan hakikat, Mengingat kebanyakan orang melakukan permintan maaf itu setelah melakukan ibadah puasa maka. Bagaimana seandainya  kita over saja,  menjadi sebelum melasanakan puasa, pada siang hari kita datangi mereka yang pernah kita buat babak belur perasaannya dan hartanya, sampaikan permohonan dimaklumi dan dimaafkan serta dikhlaskan, dengan begitu untuk satu urusan kita sudah memperoleh kesucian. Kemudian  malamnya temui Allah untuk memohon ampun atas dosa-dosa yang dilakukan pada orang yang pada siang hari tadi didatangi, mengapa perlu ke Allah juga? Karena Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh agar orang untuk dilukai dan dirugikan.
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).
2.  Menyelesaikan tanggungan (qadha)
Ibadah puasa yang biasa kita lakukan, tidak selamanya bisa ditindak lanjuti dengan mulus, sebab bagaimanapun disisi kemulyaan manusia yang mulia itu justru terdapat banyak kelemahan diantara faktor kesehatan, faktor kesempatan bahkan faktor kejiwaan/malas lebih-lebih kepada kaum hawa yang memang secara kodrati tidak bisa melasanakan ibadah puasa secara penuh. Dan meninggalkan puasa semacam itu bukan hal yang tidak diketahui Allah “........  Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jia ia tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 183-184).
‘Aisyah radhiallahu ’anha berkata: “Aku memiliki kewajiban berpuasa dari bulan Ramadan lalu, dan aku baru dapat mengqadanya pada bulan Sya’ban.”
3.  Menyelesaikan segala urusan yang menguras pikiran dan fisik sebelum
ibadah puasa termasuk juga utang-utang dan janji-janji kalau tidak ada yang akan dibayarka/gantikan minta waktu agar tidak ditagih pada bulan puasa sehingga saat melaksanakan ibadah puasa hatinya tetap suci dan tenang,kalau tidak begitu bisa jadi kita akan terus membangun kebohongan saat ditagih

4.  Bangun Rasa kegembiraan Gembira

Ketika kita akan melangsungkan pernikahan, mendapat pekerjaan, naik pangkat, mendapat hadiah sebelum acaranya dilaksanakan hampir setiap saatnya kita selalu dibuat terlena dan tersanjung serta ingin segera sampai kepada waktu yang ditentukan itu, mengapa begitu?  karena disana banyak hal yang menjanjikan keindahan, kebahagiaan, kesentosaan. Begitu juga dengan datangnya bulan suci Ramadhon berbahagialah dan haraplah segera tiba saatnya, karena dalam bulan Ramadan terdapat  nikmat Allah Yang Agung bagi seorang hamba yang muslim, dilipat gandakannya pahala, diampuni dosanya serta pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. “Katakanlah, 'Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Yunus: 58)