Profil

Rabu, 31 Mei 2017


“ TERORIS BUKAN UMMAT MUHAMMAD “
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.MPd 
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)


SETIAP peristiwa pasti ada riwayatnya, begitu juga dengan rangkaian insiden bom yang terjadi di Indonesia, terakhir bom meledak di Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur (Rabu malam. 24/5/2017), yang menyebabkan 3 aparat Kepolisian Republik Indonesia gugur saat melaksanakan tugas, serta beberapa orang warga sipil terluka, disamping 2 orang yang diduga pelaku bom bunuh diri juga tewas seketika.
Bom yang disalahgunakan sebagai alat sabotase oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab, bagi bangsa Indonesia sudah tidak asing lagi, setidaknya sejak tahun 1978 kerap terjadi, sekalipun bom yang digunakan saat itu bersifat tradisional dan konvesional yaitu molotof, konon insiden itu dimaksudkan sebagai bentuk protes dari sekelompok pemuda dan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Sejak insiden tersebut seakan menjadi lampu hijau, bagi insiden berikutnya bahwa bom sebagai satu satunya alat yang efektif dalam melakukan sabotase berdampak mencekam dan rasa takut yang luar biasa.
Peristiwa demi peristiwa terus terjadi dengan alasan yang sulit dipahami dengan keluhuran naluri apalagi nurani, riwayatpun setia mendampingi sebagai saksi bahwa mereka tidak pernah berhenti dan terus berinovasi dari bom molotof berganti TNT, bom buku, bom mobil, bom bunuh diri dan terakhir bom panci (hehe kita berharap aparat tidak melarang orang jual panci,kasian ibu-ibu yang mau masak)
Semula kita gamang bilamana mereka melakukan sabotase yang sekarang pelakunya disebut “teroris” karena alasan yang bersifat duniawi, soal perlakuan pemerintah yang dinilai oleh bangsanya tidak adil, satunya lagi melakukan teror bom dengan alasan persaingan bisnis dan sebagian lagi dengan tega-teganya menyebut itu sebagai rekayasa intelejen. Yang tidak habis pikir mengapa para teroris itu dengan bangga dan nyamannya menyebut sebagai bentuk dari Jihad, siapa sesungguhnya orang yang paling bertanggungjawab atas doktrinasi sehingga para teroris menyakini betul bahwa yang dilakukan itu untuk meraup pahala yang bernilai tinggi dan mendapat porsi exlusif di sorga?
Dikatakan membela islam, justru sebaliknya islam bukan semakin populer dan digandrungi oleh penduduk non muslim dan para atheis, malah di mata internasional islam semakin terpuruk, diantaranya diidentikkan dengan teroris, islam yang punya jargon rakhmatan lilalamin dianggap pepesan kosong, islam dipahami sebagai satu satunya agama yang paling intoleran kondisi semacam itu bukan terbentuk secara natural, melainkan dipaksa membentuk “islamu pobia” oleh para teroris itu sendiri dengan cara gencarnya menebar aksi kekerasan teror bom di berbagai belahan dunia.
Benarkah para teroris telah memberi andil yang besar bagi semakin terpuruknya islam? untuk menjelaskan bab teroris ayo sementara, dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada guru kita,kyai kita,ustat kita ayo kita tinggalkan sejenak dan kita berguru kepada Al Quran dan hadits, mengingat di abad melenium ini sulit mencari ulama yang sebenarnya. Kalau ulama itu pangkat dari Allah pasti benarnya karena ulama adalah pewaris para ambiya’, tetapi kalau pangkat ulama itu dari sebutan manusia, maka menjadi sulit mengukurnya misalnya kita bentuk perkumpulan ulama maka yang menjadi anggotanya mau tidak mau jadi ulamanya juga, ya kan?, Apa di Indonesia tidak ada ulamanya, sehingga harus ditinggalkan?
Bukan begitu di Indonesia justru gudangnya ulama dibanding negara lainnya, beliau tersebar di antero kampung kampung nusantara. Kok tidak disebut? justru kalau disebut, nanti yang tidak disebut malah marah......aneh kan? masa ada ulama marah? Mendingan tidak disebut saja agar mereka yang mengaku ngaku ulama tetap bangga dengan jabatan yang tidak sepantasnya disandang, lagian arahan meninggalkan beliau kan sematas memurnikan tafakkur kita disaat mengurai dalil dalam tulisan ini saja, setelah itu ya kita kembali lagi mentoati guru kita,kyai kita dan ustat kita sebagai wujud kewajiban murid dan santri .
Siapa manusia yang paling benar dalam menafsir Al Quran? Tentu jawabannya Rosulullah Muhammad SAAW, mengapa? Karena beliau penerima wahyu langsung dari dari Allah SWT melalui malaikat Jibril serta beliau sempat bertemu langsung dengan Allah SWT saat Isra’ Mi’raj sehingga paham betul apa yang dimaui Allah, sedang yang lain bagaimana, apa tidak bisa dipercaya? Ya bisalah asal yang lain itu ulama dan kita juga pemegang kebenaran kalau berguru kepada ulama itu atau kita berguru kepada gurunya yang berguru kepada ulama. Kalau begitu sulit mencari ulama? Tidak juga, justru teramat gampangnya ciri-cinya tidak suka popularitas,santun dalam berucap,mudah memaklumi kelemahan orang lain, merangkul semua semua umat dan tidak pernah menggalang kebencian sebab beliau bermaqom kepada Rakhman Rakhim Allah.
Penganut Agama islam mau tidak mau tercatat sebagai ummat Muhammad SAAW, sedang Nabi Muhammad sendiri Allah percaya sebagai satu satunya manusia yang mampu mengemban amanat Allah SWT, apa amanat Allah kepada Nabi Muhammad SAAW? Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiyaa’ : 107), Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Saba’ 28). Berdasarkan 2 dalil tersebut sudah cukup untuk mengarahkan kita bagaimana semestinya kita membawa diri utamanya menjaga perdamaian di muka bumi ini, kalau Nabi Muhammad “disuruh” menjadi rakmat bagi semesta alam dan pesan itu bukan hanya bagi ummat islam saja melainkan seluruh manusia (di luar islam)
Dengan begitu menjadi wajiblah bagi kita untuk mewarisi keteladanan Rosulullah atas pesan Allah dimaksud, kalau tidak mau berarti kita bukan umatnya Rosulullah Muhammad SAAW itu pasti, karena mengganggap dirinya lebih hebat dari Rosulullah dan merasa beliau sangat lemah yang membiarkan orang di luar islam tetap hidup. Jadi kalau ada guru, kyai dan ustat yang tidak mengajari kedamaian, mengayomi yang lemah, memberi rasa aman dan bisanya hanya menebar kebencian dan permusuhan, maka jangan diikuti karena beliau beliau bukan ulama atau gurunya tidak berguru kepada ulama
Sedang bagi saudara saudara kita yang “terlanjur” melakukan kesalahan dengan membuat kerusakan atau teroris lantaran terlalu takdim kepada gurunya yang bukan ulama atau tidak berguru kepada ulama, maka berhentilah dengan memahami peringatan Allah kepada saudara, sebab setiap amal baik dan buruk tetap ditanggung diri kita masing masing “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (ALLAH), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul” ( Qs. Al Israa' 15 )
Kalaupun aksi teror itu dianggap jalan jalan jihadfillah perhatikan firman Allah dalam Al Quran surat Al Maidah 32 “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” maksudnya apakah korban korban dari aksi pengeboman seperti yang terjadi di Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur seperti 3 orang polisi yang gugur itu memang benar orangnya,? Kalau tidak, berarti tindakan itu sudah melampaui batas dan Allah tidak mengamini hamba-hambanya yang melampaui batas
.
Dengan mengucapkan bismillahirakhmanirrakhim ayo kita mulai menebarkan kasih dan sayang sebagai alat peraga af’al Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, kita jaga persatuan dan kesatuan dan keutuhan NKRI agar Indonesia menjadi satu satunya negara di alam fana ini yang dirakhmati “ baldzatun thoyyibatun wa ghoffurrofun” #kedaisufi #NKRI#tasawwuf #Kasabullah

Kamis, 25 Mei 2017

Kedai Sufi Kasabullah jilid 27






ALLAH GAK BUTUH PAHALA PUASA KITA  
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.MPd 
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)


Cak Kasab :
Tanpa terasa, kita udah mo ketemu puasa lagi ya mas......?

Mad Bullah :
Ya bener cak....... sama dengan tidak terasanya sampean,  merasakan manfaat dari puasa yang kita kerjakan sejak dulu hingga sekarang

Cak Kasab :
Lho kok bisa mas, pahala puasa kan  memang untuk Allah, jadi kita jangan mengharap yang  lain lain dong......  ne haditsnya “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Mad Bullah :
Ya saya juga udah tahu cak, hehe.......kalau sampean ngeluarin dalil untuk memperkuat pendapatnya, saya juga mau ngeluarin firman Allah agar sampean gak mengira ini Cuma pendapat pribadi  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. Al Baqoroh 183)

Cak Kasab :
Kok gak nyambung mas, tadi aku jelaskan bahwa Allah butuh pahala puasa kita, sementara mas menjawab gitu, maksudnya gimana?

Mad Bullah : 
Maksudnya biar sampean paham bahwa “la allakum tattaqun” (agar kamu bertakwa) itu bukan lagi menjadi kebutuhan Allah, melainkan Allah hanya sekedar  memberi konsep bagaimana caranya sampean dapat  memenuhi kebutuhan akan ketaqwaan kepada Allah dengan baik
Cak Kasab :
Tapi mas yang dawuh kalau “ibadah puasa itu untukku” kan Allah SWT sendiri

Mad Bullah :
ya jelaslah, emang Allah yang bilang gitu. Tapi ingat Firman Allah dalam Al Quran tidak ada satupun ayat yang bersebrangan apalagi bertentangan satu dengan yang lainnya

Cak Kasab :
Maksudnya gimana itu mas?

Mad Bullah :
Begini cak dalam salah satu firman Allah mengatakan  “Hai manusiakamulah yang membutuhkan  Allah  dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu dari kita) lagi Maha Terpuji.

Cak Kasab :
Bentar...bentar...mas kalau begitu berarti hadits itu bertentangan dengan firman Allah, begitu ya mas

Mad Bullah :
Huus......sama sekali tidak, cuma sampean saja cak yang mengimplementasikan “untukku” terlalu sempit, akhirnya kalimat “untukku” dikira Allah yang butuh, padahal untukku bisa saja berarti tujuan,arah atau sasaran

Cak Kasab :
Ya sama saja mas, apa bedanya?

Mad Bullah :
jelas beda dong, kalau ibadah lainnya bersifat umum dan terbuka serta masih terbesit dalam hati sekalipun teramat samar dari adanya unsur-unsur penyertaan hawa nafsu dirinya untuk menjadi riya’ diantaranya nafsu ingin dipuji dan mendapat pengakuan dari masyarakat, saat berjuang ingin disebut pahlawan, saat memberi ingin disebut dermawan, saat  mengajar ingin disebut guru/kyai, saat bertabliq ingin disebut mubaliq saat rajin ibadah ingin disebut alim

Cak Kasab :
kalau ibadah puasa emangnya gak bisa punya pikiran nakal kayak gitu, ya mas?
  
Mad Bullah :
Saya gak mau jawab, nanti sampean jawab sendiri sajalah, setelah mendapat penjelasan, mengapa ibadah puasa itu menjadi sangat istimewa :  1. Puasa itu menjadi satu satunya ibadah yang amat rahasia,karena nawaituh bathin hanya dirinya dan Allah saja yang tahu 2. karena yang mengerjakan ibadah puasa sudah mengikhlaskan diri untuk  meninggalkan berbagai kesenangan utamanya kesenangan syahwat.



Cak Kasab:
Hehe sorry mas belum bisa jawab, soalnya belum jelas dilanjut.......

Mad Bullah :
Oke.... yang dimaksud ibadah puasa itu untukku, manusia yang beriman diarahkan agar dalam melakukan ibadah puasa semata-mata hanya tertuju kepada lillahitaala, tidak ada penyertaan kesenangan dirinya dalam melakukan ibadah yang dilakukan, seperti ibadah ihram misalnya, memang Allah   memerintahkan untuk meninggalkan persetubuhan  (berhubungan badan dengan istrinya) dan menjauhi segala bentuk harum-haruman, tetapi untuk melakukan bentuk kesenangan lainnya masih bisa kan?. Sebagaimana juga ibadah shalat yang tidak diperbolehkan makan dan minum, namun itupun kan bersifat sementara tidak kurang dari 10 menit, bahka boleh jadi seandainya makanan sudah disajikan kita bisa menunda waktu sholatnya, untuk menyantap makanan terlebih dahulu kayak saat berbuka puasa misalnya. Apakah yang sedemian itu terjadi pada ibadah puasa? Tidak kan.......itu yang dimaksud ibadah puasa untukku, semua kebutuhan dan kesenangan pelakunya diabaikan demi pengabdian kepada Allah SWT  


Cak Kasab :
Sekarang aku baru bisa jawab mas, ternyata pelaku ibadah puasa emang tidak bisa berpikiran nakal atau disejajarkan dengan ibadah lainnya, yang di dalamnya masih berpeluang mengharap  pujian dari sesama manusia, misalnya pura pura semaput ditengah orang banyak biar puasanya dianggap hebat. Kalau ibadah sholat atau mengaji kan masih bisa cari peluang riya’ misalnya saat ke masjid  atau suaranya dimerdukan dan dikeraskan, begitu juga dengan bersodeqoh atau berinfaq masih menunggu orang lain melihat biar disebut dermawan, satunya lagi menyebut Hamba Allah biar orang lain penasaran dan mencari tahu siapa sebenarnya hamba Allah itu,  termasuk yang bakal  mendapat predikat mabrur atau ibadah haji. juga tidak terlepas dari adanya unsur sir riya’ dari ketokohan di kampungnya.  

Mad Bullah :
Luar biasa......ternyata sampean jelek-jelek begitu juga pinter berdakwah....kwakak kak...

Cak Kasab :
Ngeyek ya.........?, soal ibadah itu jangan diliat dari casingnya mas,  tetapi perhatikan dari amaliyahnya sehari-hari, bisa jadi orang itu berpenampilan islami pakai sarung, baju koko, kuplukan, pakai hijab cara bicarabya selalu nyaranin orang lain untuk bersabar, bertawakkal dan menjaga tali silaturakhmi ternyata musuhnya bertebaran di mana-mana.

Mad Bullah :
Subhanallah, benar cak...apa yang sampean jelaskan itu justru orang-orang yang punya tabiat kayak gitu sekarang lagi mewabah di negeri ini, orang begitu gampangnya membid’ah bid’ahkan, mengkafir kafirkan bahkan dengan leluasanya mereka mengajak orang lain untuk membenci bersama-sama terhadap seseorang yang sebenarnya dirinya sendiri yang membencinya, hingga akhirnya yang diajak menjadi merasa sangat hebat apabila  merusak fasilitas umum dengan teriakan “Allah Akbar”

Cak Kasab :
Oh ya mas, adakah gambaran lain yang lebih masuk akal soal “ibadah yang lain untukmu (selain dirinya) sedang puasa itu untukku”

Mad Bullah :
Wualah cak...cak belum kering bibirku memuji kepintaran sampean, malah sampean tetep aja oon..., gini-gini kalau ada orang jatuh, lalu sampean tolong siapa yang untung, yang jatuh kan?. Ada orang kelaparan,sampean kasih makan,siapa yang untung,yang kelaparan kan? Orang pinjam uang,lalu sampean beri pinjam siapa yang untung, dia yang meminjam kan? Sekalipun semuanya itu sampean sendiri yang melakukan..

Cak Kasab :
Stop...stop..... gak usah dilanjutin dengan contoh yang lain, aku dah ngerti maksudnya...entar bisa seharian sampean beri contoh....maksudku itu yang untukku sendiri mana?

Mad Bullah :
Hahaha.......untuk sampean? Em...mm....untuk sampean?.....untuk sampean apa ya...? oh ya ada....sampean kan sekarang sakit kencing manis........jadi kalau sampean mencegah atau puasa tidak konsumsi gula...yang untung siapa? sampaian sendiri kan bisa mencapai kesembuhan.......sedang penjual gula pasti rugilah karena sampean udah gak beli gula lagi..... penjual makanan manis-manis juga gitu gak bakalan diuntungkan.......jadi itu untungnya sampean kalau ngelakuin puasa gak konsumsi gula....... sedang bagi orang lain gak da gunanya cak.  

Cak Kasab :
???