FANATISME ORANG MADURA
MEMENTAHKAN DEMONSTRASI
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar
Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )
Umat
islam sangat dikenal dengan karakter sensitifnya terhadap kedudukan hukum agama
yang dianutnya sedikit saja dilanggar pasti ada aksi, akan tetapi pada sisi
berbeda juga dapat dimaklumi apabila umat islam juga dikenal sebagai pribadi fanatik
mainded yang apabila sudah mencintai sesuatu maka sifatnya “harga mati “ dibela
habis habisan jangankan harta nyawapun rela dipersembahkan sekalipun itu jelas
melanggar norma agama yang dihormati tadi.
Sungguh suatu prilaku aneh
yang perlu kita pertanyakan, agar kita tidak mudah terprofokasi dan dijadikan
alat pelengkap penderita oleh oknum tertentu untuk melampiaskan ambisinya mencapai tujuan
yang dikemas dengan cerdiknya seakan membela ummat islam padahal tujuan
utamanya bukan itu. Untuk mengurai perilaku aneh tersebut penulis menganggap
perlu mengambil sampling “fanatiknya” orang madura tehadap agama islam, dulu sebelum
pendidikan umum maupun pendidikan agama merata di desa-desa serta belum berkembangnya peradaban budaya seperti
sekarang ini, orang madura paling cocok dijadikan model “penegakan hukum” yang
didasarkan kepada fanatik mainded, coba anda sebut “kafir” kepada orang madura yang
jelas-jelas bejat, membunuh ya, mencuri ya, mengambil istrinya orang ya,
pokoknya segala kejahatan ya, pasti leher anda terpenggal atau isi perutnya terburai. Itulah bukti kesungguhan
fanatisme orang madura yang sangat militan.
Bagi orang madura, rasa
lapar masih bisa ditahan, rasa sakit masih bisa ditahan, rasa malu masih
bisa ditahan. Akan tetapi kalau sudah menyangkut soal agama yang “dihina” siapapun
tidak bisa menahannya dengan baik, sekalipun dirinya bukan muslim yang taat,
alasannya sederhana 1. Karena agama baginya merupakan suatu yang wajib
dijaga kesuciannya 2. Karena dirinya
terlalu taat kepada pesan kyai dan guru ngajnyai bahwa agama adalah segalanya
3. Karena agama juga dapat dijadikan bemper untuk membungkus kebobrokan dirinya
Tiga alasan di atas
setidaknya dapat memasgulkan alasan mengapa sampai sekarang masih banyak umat islam
melakukan demonstrasi, padahal status hukum berdemonstrasi itu dalam islam tidak
jelas, Jawabannya ada
diantara salah satu 3 alasan di atas atau kalau tidak ada diantara 3 alasan tersebut berarti mereka unjuk rasa karena faktor ekonomi saja yang dengan beberapa lembar puluhan ribu rupiah mereka siap dijadikan budak politik.
Mengapa dasar hukum berdemonstrasi atau berunjuk rasa dikalangan islam dikatakan tidak jelas? sebab apabila dikatakan
boleh dalil perintahnya tidak ada, dikatakan tidak boleh dalil larangannya juga
tidak ada. Jadi amat sangat disayangkan apabila ada yang berani membenarkan dan ada
yang berani melarang.
Kalaupun ada yang membenarkan paling didasarkan kepada dalil-dalil
tertentu yang cenderung dicari cari dan dipaksakan, seperti misalnya mengacu kepada
zaman kenabian yang situasi dan kondisinya jelas sangat berbeda dengan masa
yang kita hadapi sekarang ini, kalau disaat zaman nabi memang jelas ada
indikasi ekspansi memporak porandakan keimanan umat islam yang dilakukan secara berkelompok/institusi (yahudi/kafir
qurais) dengan menyerang secara fisik. Sedang sekarang apa?
Apakah cuma gara-gara
ucapan seseorang kemudian kita “menyerang” ala zamannya Rosulullah, sungguh
bukan suatu perbandingan yang tepat kalau kita jadikan literatur pembenaran untuk
melakukan unjuk rasa/demonstrasi.
Kalau alasannya cuma gara-gara
ada seseorang yang menistakan agama, mungkin dalam setiap bergaul, ada saja teman-teman
kita yang keceplosan menistakan agamanya
sendiri utamanya disaat saat mereka terpuruk, entah itu bergurau atau serius, yang
pasti di masyarakat kerap kita mendengar. Apa tindakan kita terhadap teman yang
begitu? Apakah harus mendatangkan jutaan manusia berunjuk rasa atau kita hujat dengan kata kata yang kotor di media sosial, kenyataannya tidak begitu bukan? Paling kita selesaikan sendiri dengan menghalaunya secara
edukasi “huss...jangan bilang begitu napa... ntar lho kwalat” ada kalanya juga disaat bersamaan justru
kita meresponnya dengan tertawa lebar sebagai suatu intermezo yang menghibur. Beda
dong, teman kita kan bukan pejabat.....lho apakah di islam itu ada klasifikasi
sanksi antara pejabat dan rakyat biasa dalam berbuat dosa?
Bukti kalau landasan yang dipaksakan itu tidak bisa dijadikan dasar atau kejelasan hukum dalam berdemonstrasi/muzhaharah/masirah di kalangan
islam Indonesia. Apa yang didapat setelah demonstrasi, Apakah
umat islamnya semakin bersatu atau muslimnya menjadi lebih taat? Justru belakangan
ini yang dirasakan oleh kita semua sesama muslimnya saling mencipta “puting beliungnya”. Apriori dan fitnah berada di mana mana : di tengah kedamaian dan
kerukunan ukhuwah islamiyah, dikancah toleransi beragama, diranah persatuan/kesatuan
bangsa, dilajunya stabilitas kebinnekaan dan dikuatnya kedaulatan NKRI sehingga menjadi
terkoyak berkepanjangan.
Lucu bukan? Penduduk non
muslimnya hidupnya tenang-tenang saja,
justru kita mayoritas islam yang seharusnya damai dan sejahtera berganti
gelisah sendiri dengan saling menghujat dan bertengkar berdasar mashab dan kitab
masing masing yang dipelajari serta kuasai dan bukan berdasar Al Quran dan
Hadits.
Kalau memang Al Quran dan
Hadits yang dijadikan pedoman, mengapa mesti berbeda hujjah? semestinya islam itu tidak akan pernah berbeda
pendapat karena sumbernya jelas, akan tetapi karena setiap kelompok dengan bendera masing masing ingin dikatakan eksis akhirnya kitab-kitab dan tafsir yang dijadikan pedoman oleh kelompok itu dipaksa untuk diamini kelompok lain dan rupanya kelompok lain tidak mau lantaran malu dikatakan ikut ikutan dan tidak punya pendirian, kekisruhan gengsi inilah oleh oknum
tertentu dijadikan ruang gerak untuk “melampiaskan syahwat” fanatik maindednya kepada sosok yang dipanuti
apakah itu “kyai”, pimpinan atau kepada berkibarnya panji komunitasnya, untuk membantu ikut menghabisi rival rival politiknya yang mengancam dirinya
Demonstrasi atau unjuk rasa yang syarat dengan kepentingan pastilah akan masuk kepada pusaran munafik yang hebat karena begitu mudahnya mengabaikan norma hukum, sekarang fanatik kepada kelompok tertentu lantaran kehidupannya merasa aman dan nyaman, tetapi disaat rasa nyaman dan aman itu mulai berkurang dan terancam, Maka fanatiknya justru bergeser kepada mereka yang sebelumnya jadi bidikan ketidak sukaannya, begitu seterusnya mereka hidup di celah celah kekisruhan orang berbeda pendapat yang seakan jadi pembela padahal semua itu hanya dijadikan alat menunjang popularitas,elektabilitas dan kapabilitasnya saja
Pengalaman memilukan ini sedapat mungkin tidak terulang kembali
pada masa yang akan datang, agar kita bisa melaksanakan ibadah dengan khusuk
dan tidak selalu sibuk dengan urusan orang lain yang sesungguhnya sulit sekali meracuni
keimanan kita, seperti halnya contoh fanatiknya ala orang madura, sekalipun dirinya
amburadul tapi nilai-nilai keimanannya tetap terpelihara dengan baiknya dari
pengaruh dan ancaman siapapun, apalagi kita yang waras dan memahami agama melebihi
dari contoh orang madura yang bejat itu, mengapa mesti takut dikafirkan oleh
orang lain, sampai berunjuk rasa segala? #lembagadzikirkasabullah
Terimakasih guru atas himbauan ilmu dan pengetahuan yang guru paparkan agar murid bisa memilah mana yang hak dan mana yang batil sebelum hendak melakukan sesuatu
BalasHapusTerimakasih guru atas himbauan ilmu dan pengetahuan yang guru paparkan agar murid bisa memilah mana yang hak dan mana yang batil sebelum hendak melakukan sesuatu
BalasHapusAlkhadulillah dengan tausyia dan bimbingan guru murid akan pahami dan menjadi ilmu bagi murid,amiin ya robbal allamiin
BalasHapusterimakasih guru, dengan ini bisa membuka kesadaran berfikir dalam menyikapi keadaan danbtdk terjebak kedalam arus informasi yg tidak bertanggungjawab
BalasHapus