Profil

Minggu, 27 November 2016

kebhinnekaan

FANATISME ORANG MADURA
MEMENTAHKAN DEMONSTRASI

Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )

Umat islam sangat dikenal dengan karakter sensitifnya terhadap kedudukan hukum agama yang dianutnya sedikit saja dilanggar pasti ada aksi, akan tetapi pada sisi berbeda juga dapat dimaklumi apabila umat islam juga dikenal sebagai pribadi fanatik mainded yang apabila sudah mencintai sesuatu maka sifatnya “harga mati “ dibela habis habisan jangankan harta nyawapun rela dipersembahkan sekalipun itu jelas melanggar norma agama yang dihormati tadi.

Sungguh suatu prilaku aneh yang perlu kita pertanyakan, agar kita tidak mudah terprofokasi dan dijadikan alat pelengkap penderita oleh oknum tertentu  untuk melampiaskan ambisinya mencapai tujuan yang dikemas dengan cerdiknya seakan membela ummat islam padahal tujuan utamanya bukan itu. Untuk mengurai perilaku aneh tersebut penulis menganggap perlu mengambil sampling “fanatiknya” orang madura tehadap agama islam, dulu sebelum pendidikan umum maupun pendidikan agama merata di desa-desa  serta belum berkembangnya peradaban budaya seperti sekarang ini, orang madura paling cocok dijadikan model “penegakan hukum” yang didasarkan kepada fanatik mainded, coba anda sebut “kafir” kepada orang madura yang jelas-jelas bejat, membunuh ya, mencuri ya, mengambil istrinya orang ya, pokoknya segala kejahatan ya, pasti leher anda terpenggal atau isi perutnya terburai. Itulah bukti kesungguhan fanatisme orang madura yang sangat militan.

Bagi orang madura, rasa lapar masih bisa ditahan, rasa sakit masih bisa ditahan, rasa malu masih bisa ditahan. Akan tetapi kalau sudah menyangkut soal agama yang “dihina” siapapun tidak bisa menahannya dengan baik, sekalipun dirinya bukan muslim yang taat, alasannya sederhana 1. Karena agama baginya merupakan suatu yang wajib dijaga kesuciannya  2. Karena dirinya terlalu taat kepada pesan kyai dan guru ngajnyai bahwa agama adalah segalanya 3. Karena agama juga dapat dijadikan bemper untuk membungkus kebobrokan dirinya

Tiga alasan di atas setidaknya dapat memasgulkan alasan mengapa sampai sekarang masih banyak umat islam melakukan demonstrasi, padahal status hukum berdemonstrasi itu dalam islam tidak jelas, Jawabannya ada diantara salah satu  3 alasan di atas atau kalau tidak ada diantara 3 alasan tersebut berarti mereka unjuk rasa karena faktor ekonomi saja yang dengan beberapa lembar puluhan ribu rupiah mereka siap dijadikan budak politik.

Mengapa dasar hukum berdemonstrasi atau berunjuk  rasa dikalangan islam dikatakan tidak jelas? sebab apabila dikatakan boleh dalil perintahnya tidak ada, dikatakan tidak boleh dalil larangannya juga tidak ada. Jadi amat sangat disayangkan apabila ada yang berani membenarkan dan ada yang berani melarang.

Kalaupun ada yang membenarkan paling didasarkan kepada dalil-dalil tertentu yang cenderung dicari cari dan dipaksakan, seperti misalnya mengacu kepada zaman kenabian yang situasi dan kondisinya jelas sangat berbeda dengan masa yang kita hadapi sekarang ini, kalau disaat zaman nabi memang jelas ada indikasi ekspansi memporak porandakan keimanan umat islam yang dilakukan  secara berkelompok/institusi (yahudi/kafir qurais) dengan menyerang secara fisik. Sedang sekarang apa? 

Apakah cuma gara-gara ucapan seseorang kemudian kita “menyerang” ala zamannya Rosulullah, sungguh bukan suatu perbandingan yang tepat kalau kita jadikan literatur pembenaran untuk melakukan unjuk rasa/demonstrasi.

Kalau alasannya cuma gara-gara ada seseorang yang menistakan agama, mungkin dalam setiap bergaul, ada saja teman-teman kita  yang keceplosan menistakan agamanya sendiri utamanya disaat saat mereka terpuruk, entah itu bergurau atau serius, yang pasti di masyarakat kerap kita mendengar. Apa tindakan kita terhadap teman yang begitu? Apakah harus mendatangkan jutaan manusia berunjuk rasa atau kita hujat dengan kata kata yang kotor di media sosial, kenyataannya tidak begitu bukan? Paling kita selesaikan sendiri dengan menghalaunya secara edukasi “huss...jangan bilang begitu napa... ntar lho kwalat” ada kalanya juga disaat bersamaan justru kita meresponnya dengan tertawa lebar sebagai suatu intermezo yang menghibur. Beda dong, teman kita kan bukan pejabat.....lho apakah di islam itu ada klasifikasi sanksi antara pejabat dan rakyat biasa dalam berbuat dosa?

Bukti kalau landasan yang dipaksakan itu tidak bisa dijadikan dasar atau kejelasan hukum dalam berdemonstrasi/muzhaharah/masirah di kalangan islam Indonesia. Apa yang didapat setelah demonstrasi, Apakah umat islamnya semakin bersatu atau muslimnya menjadi lebih taat? Justru belakangan ini yang dirasakan oleh kita semua sesama muslimnya saling mencipta “puting beliungnya”. Apriori dan fitnah berada di mana mana : di tengah kedamaian dan kerukunan ukhuwah islamiyah, dikancah toleransi beragama, diranah persatuan/kesatuan bangsa, dilajunya stabilitas kebinnekaan dan dikuatnya kedaulatan NKRI sehingga menjadi terkoyak berkepanjangan.

Lucu bukan? Penduduk non muslimnya  hidupnya tenang-tenang saja, justru kita mayoritas islam yang seharusnya damai dan sejahtera berganti gelisah sendiri dengan saling menghujat dan bertengkar berdasar mashab dan kitab masing masing yang dipelajari serta kuasai dan bukan berdasar Al Quran dan Hadits.

Kalau memang Al Quran dan Hadits yang dijadikan pedoman, mengapa mesti berbeda hujjah? semestinya islam itu tidak akan pernah berbeda pendapat karena sumbernya jelas, akan tetapi karena setiap kelompok dengan bendera masing masing ingin dikatakan eksis akhirnya kitab-kitab dan tafsir yang dijadikan pedoman oleh kelompok itu dipaksa untuk diamini kelompok lain dan rupanya kelompok lain tidak mau lantaran malu dikatakan ikut ikutan dan tidak punya pendirian, kekisruhan gengsi inilah oleh oknum tertentu dijadikan ruang gerak untuk “melampiaskan syahwat” fanatik maindednya kepada sosok yang dipanuti apakah itu “kyai”, pimpinan atau kepada berkibarnya panji komunitasnya, untuk membantu ikut menghabisi rival rival politiknya yang mengancam dirinya

Demonstrasi atau unjuk rasa yang syarat dengan kepentingan pastilah akan masuk kepada pusaran munafik yang hebat karena begitu mudahnya mengabaikan norma hukum, sekarang fanatik kepada kelompok tertentu lantaran kehidupannya merasa aman dan nyaman, tetapi disaat rasa nyaman dan aman itu mulai berkurang dan terancam, Maka fanatiknya justru bergeser kepada mereka yang sebelumnya jadi bidikan ketidak sukaannya, begitu seterusnya mereka hidup di celah celah kekisruhan orang  berbeda pendapat yang seakan jadi pembela padahal semua itu hanya dijadikan alat menunjang popularitas,elektabilitas dan kapabilitasnya saja


Pengalaman memilukan  ini sedapat mungkin tidak terulang kembali pada masa yang akan datang, agar kita bisa melaksanakan ibadah dengan khusuk dan tidak selalu sibuk dengan urusan orang lain yang sesungguhnya sulit sekali meracuni keimanan kita, seperti halnya contoh fanatiknya ala orang madura, sekalipun dirinya amburadul tapi nilai-nilai keimanannya tetap terpelihara dengan baiknya dari pengaruh dan ancaman siapapun, apalagi kita yang waras dan memahami agama melebihi dari contoh orang madura yang bejat itu, mengapa mesti takut dikafirkan oleh orang lain, sampai berunjuk rasa segala? #lembagadzikirkasabullah

4 komentar:

  1. Terimakasih guru atas himbauan ilmu dan pengetahuan yang guru paparkan agar murid bisa memilah mana yang hak dan mana yang batil sebelum hendak melakukan sesuatu

    BalasHapus
  2. Terimakasih guru atas himbauan ilmu dan pengetahuan yang guru paparkan agar murid bisa memilah mana yang hak dan mana yang batil sebelum hendak melakukan sesuatu

    BalasHapus
  3. Alkhadulillah dengan tausyia dan bimbingan guru murid akan pahami dan menjadi ilmu bagi murid,amiin ya robbal allamiin

    BalasHapus
  4. terimakasih guru, dengan ini bisa membuka kesadaran berfikir dalam menyikapi keadaan danbtdk terjebak kedalam arus informasi yg tidak bertanggungjawab

    BalasHapus