PEMILIHAN PARTAI SYETAN
Oleh :
R. YUDHISTIRA RIA, M.MPd
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)
KEMULYAAN manusia
sebagai satu satunya makluk ciptaan Allah SWT di alam fana ini sudah tidak terbantahkan lagi,
dari sudut naqli dengan gamblang Allah SWT jelaskan “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” surah (QS. At-Tin ayat 4).
Sedang penalaran melalui hukum aqli tampaknya lebih clear lagi karena sifatnya
faktual dan umum, sebut saja saat anak ayam jatuh ke selokan, maka anak ayam
itu bisanya cuma bercuap cuap, mondar mandir ke sana ke mari tanpa ada yang bisa
dilakukan. Beda dengan anak manusia saat
jatuh di tempat yang sama, dikumpulkannya bebatuan, potongan kayu, kaleng susu,
kaleng cat, pokoknya benda apa saja yang
ada dan dilihat di tempat itu diambil, kemudian disusun sedemikian rupa untuk dijadikan alat bantu memanjat, Subhanallah, Mengapa
manusia bisa lakukan itu sedang binatang tidak? Jawabnya, karena Allah SWT memang
medesain manusia dengan piranti canggih berupa akal untuk berpikir.
Kehebatan piranti manusia
yang begitu canggihnya semestinya menolak keraguan kita untuk melakukan
perbuatan yang tidak mulia, sayangnya analisa semacam itu tidak selamanya
benar, sebab dibalik keistimewaan manusia ada prangkat lunak “ chip minal khotoya’”
yang
sengaja Allah SWT pasang pada setiap qolbun hambanya, faktor kecil inilah yang
menyebabkan manusia anemsia terhadap keunggulan pirantinya sendiri, yang
apabila tidak ditunjang dengan iman yang kuat akan tertarik meminjam piranti binatang
yang super bodoh, tamak, egois dan tidak punya rasa malu “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia
dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir” (QS. Al A’raf ayat 176)
Sekalipun
manusia dianggap sangat rendah kalau sampai meniru sifat binatang, tetapi “mental
juara” kemulyaan yang menjadi “trademerknya” tetap efektif mendorong dirinya untuk
melebihi keunggulan prestasi binatang yang ditirunya, biasanya binatang saat
mencuri makanan hanya secukup yang ia makan di hari itu, sedang manusia dengan
keunggulan akalnya malah berpikir mengapa tidak dicuri semua untuk hari esok
dan hari hari berikutnya? Binatang saat melakukan kejahatan teramat jujur
dengan insting yang dimiliki kalau yang jadi target makanan, dalam praktiknya
ya makanan yang di curi, kalau pasangan yang
jadi sasaran maka pasangan yang disasar, binatang tidak pernah berfikir
melakukan pengembangan apalagi pengayaan saat melakukan aksi kejahatannya,
boleh jadi binatang tidak melakukan begitu karena tidak dilengkapi akal untuk berpikir mengambil
lebih banyak atau binatang itu memang tidak tamak? (tidak usah dipikirkan, biar
binatang saja yang tahu)
Beda
dengan manusia yang berakal dan disebut paling mulia diantara makhluk yang
dihinakan itu, dari rumah berniat mencuri seekor ayam, sesampai di TKP ternyata
pemiliknya tertidur pulas dan lupa mengunci pintu rumahnya, apakah manusia
peniru sifat binatang itu akan patuh kepada gurunya ikhwal pelajaran 1 “kalau mencuri harus fokus kepada
satu benda yang jadi target” ya bodohlah kalau pelajaran 1 itu diikuti, begitu
kira-kira jawaban pencuri itu “ kan di situ ada HP eman-eman, kan di situ ada setumpuk uang bisa buat foya foya, kan di
situ ada perhiasan bisa dijual dengan harga waw, kan di situ ada laptop biar gak ketinggalan ITE, kan di situ ada
kendaraan buat wira wiri, peristiwa itu menunjukkan bahwa kalau manusia sampai meniru
sifat binatang, maka bukan sifat tamaknya saja yang diungguli, tetapi sifat
kejam dan biadap juga dilampaui.
Bukan kali
pertama dan kedua saja kita mendengar berita di media sosial, saat pencuri dan perampok
beraksi disamping harta bendanya dikuras istri, anak gadis dan pembantu korban
juga diperkosa bahkan tidak sedikit yang diakhiri dengan pembunuhan,
Naudzubillahimin dzaliq. Itulah yang dimaksud Allah dalam surat Al Furqon ayat
43 - 44 “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau
apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Kejahatan
manusia yang mensifati binatang bisa jadi sementara waktu yang diadopsi
sifatnya tetapi dalam kehidupan yang lain (hari pembalasan) bukan lagi sifatnya
melainkan jazatnya, Katakanlah:
"Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk
pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang
dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan
babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk
tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus (Qs. Al Maidah ayat 60)
Kalau
sudah begitu, kadang kita sukanya lempar batu sembunyi tangan dan mengkambing
hitamkan pihak lain, Dalam hal kejahatan biasanya yang dikambing hitamkan
syetan atau iblis dengan comen “tidak kuat dengan godaan syetan/iblis” Anehnya,
yang mendengar pengakuannya justru manggut manggut sebagai tanda setuju. Untung
syetan/iblis itu teramat sabarnya tidak pernah protes, unjuk rasa atau mempraperadilkan
kita, Seandainya syetan/iblis itu seperti kita yang mudah tersinggung,sensitif
dan sok tahu hukum, pasti setiap hari syetan, iblis dan jin ramai ramai turun
ke jalan bawa spanduk, bakar ban, merusak fasilitas umum bahkan seluruh penjara
sesak oleh manusia akibat tuntutan syetan/iblis, tetapi karena semua bentuk
fitnah, penistaan, pelecehan, perbuatan tidak menyenangkan dan hoax dengan
syetan/iblis diterima dengan tabah dan sabar akhirnya sejak dicipta hingga sekarang
belum pernah mendengar syetan unjuk rasa turun ke jalan.
Sesungguhnya syaitan
itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada
Tuhannya. (QS. An Nahl ayat 99) lalu
kenapa kita mengkambinghitamkan setan? sebagai biang kerok dari semua aksi
kejahatan manusia, sedang berdasar firman Allah tersebut jelas jelas syetan menyerah
kepada manusia yang beriman? Kalau memang begitu adanya, lalu mengapa dalam
kesempatan yang lain Allah dan Rosulullah Muhammad SAAW masih berkampanye agar
kita berhati-hati terhadap syeta/iblis? Mungkin itu hanya sekedar wujud kasih
sayang atas hambanya dan ummatnya disaat ada pilkatan (pemilihan kepala syetan)
agar mencoblos partainya syetan “Sesungguhnya
kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi
pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” (QS. An Nahl ayat 100) Kalau begitu berarti
kita sendiri yang menjadikan syetan itu berkuasa dan mengatur kita, bukan syetan/iblis.
Menjadi jelaslah kalau Allah menyatakan bahwa dalam bulan Ramadhan, semua
syetan/iblis itu dibelenggu, tetapi yang dimaksud dibelenggu di sini bukan berarti
Allah minta bantuan Densus 88 dan Satpol menangkap semua syetan/iblis yang
berkeliaran di bulan puasa, melainkan karena dengan berpuasanya manusia maka hawa
nafsunya bisa terkendali untuk tidak melakukan kejahatan, sehingga syetan/iblis
dengan sendirinya tidak punya pekerjaan alias terPHK alias dibelenggu
Dengan begitu berarti
cikal bakal runtuhnya kemulyaan manusia dibanding makhluk makhluk lainnya bukan
karena binatang memberi inspirasi melakukan kejahatan dan juga bukan karena
syetan/iblis telah mengajak kita melakukan kejahatan, melainkan karena diri ini
teramat lemahnya merespon Perintah dan Larangan Allah melalui Al Quran serta
sulitnya mengakui keteladan Rosulullah Muhammad SAAW “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi
neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf ayat 179) “Dan
sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan
untuk orang yang mengharapkan menemui Allah di hari kemudian dan yang
mengingati Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab ayat 21)
Seandainya manusia mau
bertafakkur sejenak, tentang Al Quran maka pastilah manusia itu akan lebih
hebat dari kitab suci Al Quran, kalau beberapa carik kertas putih bersih
kemudian ditulis dengan serangkain firman Allah SWT kemudian kita sebut Al
quran atau Juzamma, siapa yang berani menginjaknya? Sekarang mengapa diri kita
yang menyemayamkan sekian banyak firman Allah pada qolbun dan otak, mereka
tidak menghargai kita, bahkan ada yang tega menganiaya dan meludahi? Jawabannya
karena kita menyemanyamkan firman Allah pada qolbun dan otak yang kotor
sehingga firman Allah yang ditanam tidak terbaca oleh orang lain, seperti
halnya kita menulis firman Allah pada selembar kertas koran yang lusuh,kumuh,kotor
dan lettek, jangankan dihormati disentuhpun tidak sudi.
#makrifat#kedaisufi#tasawwuf#hakekatmanusia