Profil

Senin, 12 Juni 2017

hakekat manusia

PEMILIHAN PARTAI SYETAN

Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.MPd 
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)

KEMULYAAN manusia sebagai satu satunya makluk ciptaan Allah SWT  di alam fana ini sudah tidak terbantahkan lagi, dari sudut naqli dengan gamblang Allah SWT jelaskan “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” surah (QS. At-Tin ayat 4). Sedang penalaran melalui hukum aqli tampaknya lebih clear lagi karena sifatnya faktual dan umum, sebut saja saat anak ayam jatuh ke selokan, maka anak ayam itu bisanya cuma bercuap cuap, mondar mandir ke sana ke mari tanpa ada yang bisa  dilakukan. Beda dengan anak manusia saat jatuh di tempat yang sama, dikumpulkannya bebatuan, potongan kayu, kaleng susu, kaleng cat,  pokoknya benda apa saja yang ada dan dilihat di tempat itu diambil, kemudian disusun sedemikian rupa untuk  dijadikan alat bantu memanjat, Subhanallah, Mengapa manusia bisa lakukan itu sedang binatang tidak? Jawabnya, karena Allah SWT memang medesain manusia dengan piranti canggih berupa  akal untuk berpikir.

Kehebatan piranti manusia yang begitu canggihnya semestinya menolak keraguan kita untuk melakukan perbuatan yang tidak mulia, sayangnya analisa semacam itu tidak selamanya benar, sebab dibalik keistimewaan manusia ada prangkat lunak “ chip minal khotoya’”   yang sengaja Allah SWT pasang pada setiap qolbun hambanya, faktor kecil inilah yang menyebabkan manusia anemsia terhadap keunggulan pirantinya sendiri, yang apabila tidak ditunjang dengan iman yang kuat akan tertarik meminjam piranti binatang yang super bodoh, tamak, egois dan tidak punya rasa malu “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir(QS. Al A’raf ayat 176)

Sekalipun manusia dianggap sangat rendah kalau sampai meniru sifat binatang, tetapi “mental juara” kemulyaan yang menjadi “trademerknya” tetap efektif mendorong dirinya untuk melebihi keunggulan prestasi binatang yang ditirunya, biasanya binatang saat mencuri makanan hanya secukup yang ia makan di hari itu, sedang manusia dengan keunggulan akalnya malah berpikir mengapa tidak dicuri semua untuk hari esok dan hari hari berikutnya? Binatang saat melakukan kejahatan teramat jujur dengan insting yang dimiliki kalau yang jadi target makanan, dalam praktiknya ya makanan yang di curi, kalau  pasangan yang jadi sasaran maka pasangan yang disasar, binatang tidak pernah berfikir melakukan pengembangan apalagi pengayaan saat melakukan aksi kejahatannya, boleh jadi binatang tidak melakukan begitu  karena tidak dilengkapi akal untuk berpikir mengambil lebih banyak atau binatang itu memang tidak tamak? (tidak usah dipikirkan, biar binatang saja yang tahu)

Beda dengan manusia yang berakal dan disebut paling mulia diantara makhluk yang dihinakan itu, dari rumah berniat mencuri seekor ayam, sesampai di TKP ternyata pemiliknya tertidur pulas dan lupa mengunci pintu rumahnya, apakah manusia peniru sifat binatang itu akan patuh kepada gurunya ikhwal  pelajaran 1 “kalau mencuri harus fokus kepada satu benda yang jadi target” ya bodohlah kalau pelajaran 1 itu diikuti, begitu kira-kira jawaban pencuri itu “ kan di situ ada HP eman-eman, kan di situ  ada setumpuk uang bisa buat foya foya, kan di situ ada perhiasan bisa dijual dengan harga waw, kan di situ ada laptop  biar gak ketinggalan ITE, kan di situ ada kendaraan buat wira wiri, peristiwa itu menunjukkan bahwa kalau manusia sampai meniru sifat binatang, maka bukan sifat tamaknya saja yang diungguli, tetapi sifat kejam dan biadap juga dilampaui.

Bukan kali pertama dan kedua saja kita mendengar berita di media sosial, saat pencuri dan perampok beraksi disamping harta bendanya dikuras istri, anak gadis dan pembantu korban juga diperkosa bahkan tidak sedikit yang diakhiri dengan pembunuhan, Naudzubillahimin dzaliq. Itulah yang dimaksud Allah dalam surat Al Furqon ayat 43 - 44 “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Kejahatan manusia yang mensifati binatang bisa jadi sementara waktu yang diadopsi sifatnya tetapi dalam kehidupan yang lain (hari pembalasan) bukan lagi sifatnya melainkan jazatnya,  Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus (Qs. Al Maidah ayat 60)

Kalau sudah begitu, kadang kita sukanya lempar batu sembunyi tangan dan mengkambing hitamkan pihak lain, Dalam hal kejahatan biasanya yang dikambing hitamkan syetan atau iblis dengan comen “tidak kuat dengan godaan syetan/iblis” Anehnya, yang mendengar pengakuannya justru manggut manggut sebagai tanda setuju. Untung syetan/iblis itu teramat sabarnya tidak pernah protes, unjuk rasa atau mempraperadilkan kita, Seandainya syetan/iblis itu seperti kita yang mudah tersinggung,sensitif dan sok tahu hukum, pasti setiap hari syetan, iblis dan jin ramai ramai turun ke jalan bawa spanduk, bakar ban, merusak fasilitas umum bahkan seluruh penjara sesak oleh manusia akibat tuntutan syetan/iblis, tetapi karena semua bentuk fitnah, penistaan, pelecehan, perbuatan tidak menyenangkan dan hoax dengan syetan/iblis diterima dengan tabah dan sabar akhirnya sejak dicipta hingga sekarang belum pernah mendengar syetan unjuk rasa turun ke jalan.

Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (QS. An Nahl ayat 99)  lalu kenapa kita mengkambinghitamkan setan? sebagai biang kerok dari semua aksi kejahatan manusia, sedang berdasar firman Allah tersebut jelas jelas syetan menyerah kepada manusia yang beriman? Kalau memang begitu adanya, lalu mengapa dalam kesempatan yang lain Allah dan Rosulullah Muhammad SAAW masih berkampanye agar kita berhati-hati terhadap syeta/iblis? Mungkin itu hanya sekedar wujud kasih sayang atas hambanya dan ummatnya disaat ada pilkatan (pemilihan kepala syetan) agar mencoblos partainya syetan  “Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah”  (QS. An Nahl ayat 100) Kalau begitu berarti kita sendiri yang menjadikan syetan itu berkuasa dan mengatur kita, bukan syetan/iblis. Menjadi jelaslah kalau Allah menyatakan bahwa dalam bulan Ramadhan, semua syetan/iblis itu dibelenggu, tetapi yang dimaksud dibelenggu di sini bukan berarti Allah minta bantuan Densus 88 dan Satpol menangkap semua syetan/iblis yang berkeliaran di bulan puasa, melainkan karena dengan berpuasanya manusia maka hawa nafsunya bisa terkendali untuk tidak melakukan kejahatan, sehingga syetan/iblis dengan sendirinya tidak punya pekerjaan alias terPHK alias dibelenggu

Dengan begitu berarti cikal bakal runtuhnya kemulyaan manusia dibanding makhluk makhluk lainnya bukan karena binatang memberi inspirasi melakukan kejahatan dan juga bukan karena syetan/iblis telah mengajak kita melakukan kejahatan, melainkan karena diri ini teramat lemahnya merespon Perintah dan Larangan Allah melalui Al Quran serta sulitnya mengakui keteladan Rosulullah Muhammad SAAW  “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf ayat 179) “Dan sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah di hari kemudian dan yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab ayat 21)

Seandainya manusia mau bertafakkur sejenak, tentang Al Quran maka pastilah manusia itu akan lebih hebat dari kitab suci Al Quran, kalau beberapa carik kertas putih bersih kemudian ditulis dengan serangkain firman Allah SWT kemudian kita sebut Al quran atau Juzamma, siapa yang berani menginjaknya? Sekarang mengapa diri kita yang menyemayamkan sekian banyak firman Allah pada qolbun dan otak, mereka tidak menghargai kita, bahkan ada yang tega menganiaya dan meludahi? Jawabannya karena kita menyemanyamkan firman Allah pada qolbun dan otak yang kotor sehingga firman Allah yang ditanam tidak terbaca oleh orang lain, seperti halnya kita menulis firman Allah pada selembar kertas koran yang lusuh,kumuh,kotor dan lettek, jangankan dihormati disentuhpun tidak sudi. #makrifat#kedaisufi#tasawwuf#hakekatmanusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar