“ 313 “
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar
Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )
TIGA SATU TIGA, bukan sekedar angka yang disusun agar
mempunyai nilai estetika tinggi, melainkan suatu upaya pengingat etika yang mengarahkan
diri kepada sang pencipta, bagaimana caranya bersikap dalam mengabdikan diri
secara kaffah, agar diri ini dapat mencapai ridhoNYA dan bukan lagi berkutat
pada situasi aneh dengan dalih mengharap ridhoNYA, sesuatu yang diharap itu
pasti belum ada sedang ridho Allah itu bertaburan di jagat ini tinggal kita
saja yang ditantang, mau merebut atau tidak? sama halnya dengan surga itu sudah
ada, sehingga kita tidak perlu bersusah payah mengharap surga itu ada, tetapi
tempuh dan capailah dengan apa yang sudah menjadi SOP masuk surga.
Kecerdikan kita merangkai angka cantik 313 setidaknya dapat
dijadikan momentum penting dalam bermuhassabah agar diri ini bisa terus menyibukkan
diri mengoreksi diri tentang kelemahan ibadah diri kepada sang kholik, sehingga
diri kita bisa membelenggu diri untuk tidak disibukkan mengoreksi ibadah orang
lain, sebab bagaimanapun bentuknya nilai ibadah itu tetap mempertanggungjawabkan
perbuatan diri sendiri, kecuali mereka-mereka yang mendapat tambahan tanggungjawab
seperti guru,kyai dan pemimpin terhadap
murid,santri dan yang dipimpin.
Apabila kita memahami diri “man arofa nafsahu fakot arofa
robbahu” maka saat kita diajak atau dipengaruhi orang lain untuk mengoreksi
perbuatan orang lain, maka tanyakan pada diri bathin ini, korelasinya diri
terhadap yang dikoreksi itu sebagai apa? Guru, Kyai atau Pemipin? Kalau tidak?
lalu mengapa kita ini merasa merasa berdosa apabila tidak ikut mengurusi sesuatu yang bukan menjadi
urusannya? Bukankah Allah SWT dan Rosulullah Muhammad SAAW sudah memperingati
kita ”
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).” (Qs. An-Nisaa: 83)
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ( البخاري)
“ Apabila perkara diserahkan kepada orang yang
bukan ahlinya maka tunggulah kiamat. (HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah).
Angka 313 kita jadikan jalan tafakkur menyisir ikhwal
mengenal Allah dari suka ke bilangan ganjil “Innallaha wahidin” kemudian apabila kita tingkatkan nilai-nilai
tafakkur lebih jauh maka angka 313 akan menjadi bilangan tujuh, yang di
dalamnya ada wujud keanguangan Allah dalam mencipta alam atau makhluk yang
terstruktur 7 lapis, baik langit, bumi sampai kepada tubuh diri manusia, bahkan
suratul fatehah juga disebut “Absaul Matsani” tujuh ayat yang diulang-ulang. Entah itu diulang-ulang saat menunaikan ibadah
sholat 5 waktu dan sholat sunnah, diulang-ulang saat bertawassul kepada para
ambiya’,waliullah, para guru, para kyai, orang tua atau suratul fatehah diulang-ulang
saat melaksanakan tahlilan yang menjadi budaya kaum nahdliyin.
Sejalan dengan ilustrasi di atas, maka TIGA SATU TIGA,
dapat diasumsikan sebagai momen penting pada diri sendiri dalam membangun
muhassabah, dengan penjelasan angka TIGA pertama sebagai Pilar Agama Islam,
angka SATU di tengah Manunggaling Kawula Gusti sedang angka TIGA ketiga sebagai Hakikat
Manusia
TIGA PILAR AGAMA
1.
Aspek Islam,
Agama merupakan salah satu kebutuhan rohani manusia dalam menentukan pilihan kepada Tuhan yang diyakini.
Dan kita sejak lahir sudah ditentukan
oleh orangtua tua untuk menganut agama islam yang kemudian setelah dewasa kita
membenarkan apa yang telah ditetukan oleh orangtua kita dengan melaksanakan syari’at dan amal
perbuatan. Sebagaimana yang Rosulullah Muhammad SAAW paparkan "Islam adalah engkau bersaksi bahwa
tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan, dan pergi haji jika mampu." Dengan begitu kita yang mengaku beragama
islam serta merasa sebagai ummat Rosulullah Muhammad SAAW dituntut untuk dapat
melaksanakan syari’at secara benar rukun islam dengan mematuhi segala perintah
dan larangan Allah SWT
2.
Aspek Iman, merupakan kata kunci dari
nilai-nilai ibadah yang kita lakukan sebab
boleh jadi mereka di luar islam bisa dan mampu mengerjakan seperti apa yang
kita kerjakan, apakah mereka tidak mampu puasa? Sangat mampu. Kalau puasa saja
mereka mampu mengerjakan,apalagi mengerjakan zakat atau bagi-bagi uang atau
ibadah haji atau rekreasi ke mekkah pasti mereka mampu karena secara finansial
mereka memadai, tetapi apakah kemampuan mereka akan mendapat nilai ibadah ? Jawabannya
tidak ! karena mereka tidak beriman
kepada Allah. Apakah nilai-nilai keimanan itu hanya kepada Allah saja, sesuai
dengan penjelasan Rasulullah Muhammad SAAW bahwa "Iman adalah engkau
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya
dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk
Sesederhana
itukah nilai-nilai keimanan yang perlu kita pahami? Asal bisa menyebut
satu-persatu rangkaian rukun iman dari percaya kepada Allah sampai takdir buruk
dan baik, serta-merta kita disebut hamba yang beriman? Untuk jelasnya perhatikan surat dan ayat-ayat
Al Quran yang menjelaskan tentang iman
yang sebenarnya "Orang-orang Arab Badui itu berkata: 'Kami telah beriman'.
Katakanlah: 'Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena
iman itu belum masuk ke dalam hatimu.'" (Q.S. Al-Hujuraat 14) sebab imam
itu bukan pengakuan melainkan suatu upaya maksimal seorang hamba kepada sang
kholik melaksanakan segala perintah dan larangannya, kemudian Allah
merakhmatinya dengan Nur orang-orang yang dikehendaki Allah (Q.S. Yunus 100).
3.
Aspek Ihsan,
adalah Tatakrama,etika,akhlak mulia berbudi pekerti luhur dalam mengabdikan
diri kepada Allah SWT atau lebih populernya disebut tasawwuf . Sering
kali kita dalam melaksanakan ibadah apa
adanya dan cederung sembrono hampir tidak ada hal yang diistimewakan seperti halnya kita
menghadap pimpinan atau calon mertua, Memang banyak dari kalangan “oknum”
tasawwuf yang menjelaskan bahwa ibadah itu yang penting adalah hatinya,soal
pakaian dan tampilan itu menjadi nomor seribu, Bagaimana itu bisa terucap? Padahal
apabila hatinya bersih maka bersihlah semuanya dari anggapan-anggapan
menyepelekan Allah sebagai dzat yang Maha Mulia dengan lebih memuliakan kepada
pimpinan.
Atau
apakah lantaran kita melakukan ibadah merasa tidak diperhatikan Allah sehingga
berbuat semrono? Tidak ingatkah kita
akan janji Allah sendiri “Apabila
hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
mendo'a apabila ia berdo'a kepada-Ku...(QS Al-Baqarah: 186). “Dan Dia bersama kamu di
mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Hadid 4) begitu juga dengan hadits Rasulullah Muhammad SAAW
menjelaskan bahwa "Ihsan adalah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihatnya, maka Dia
melihat engkau." Hadist tersebut mengarahkan kita agar kita bisa menjadi
al Ihsan yaitu membangun tatakrama yang elok disaat melaksanakan ibadah, kalau
sholat gunakan pakaian yang pantas,kalau menolong orang tolonglah dengan baik
jangan dengan terpaksa,kalau bersodekoh sodekohkan yang baik-baik bukan
sisa-sia dan berikan dengan cara yang baik baik pula.
SATU MANUNGGALING KAWULA GUSTI
Setiap ada istilah “Manunggaling Kawula Gusti”, ingatan kita pasti
terseret kepada ajaran Syekh Siti Jennar itu bukan soal biasa, melainkan luar
biasa. Karena kita merasa kebakaran jenggot sendiri apabila menyebut istilah itu,
alasannya apa? Apa kita takut dituduh sebagai penerus ajarannya atau bagaimana?
Memangnya kita muridnya, kalau tidak mengapa jadi kebakaran jenggot? Biasa aja
kale. Apalagi kita paham sekali dengan hakikat surat Al Ikhlas. bahwa Allah itu
berdiri sendiri, di luar itu adalah alam, di luar itu adalah makluk dan di
dalam alam atau makluk tidak ada unsur ketuhanan begitu juga di dalam Tuhan
tidak ada unsur kealaman atau unsur kemakhlukan, maka jangan sedikitpun ada
kekawatiran ini sebagai ajaran kesesatan apabila memahami tentang rububiyah.
Manunggaling Kawula Gusti, tidak bisa diumpamakan
seperi halnya manusia dirasuki jin, atau orang yang sedang kesurupan/instrans, melainkan
suatu perumpamaan bahwa apa yang kita kehendaki sudah sesuai dengan kehendaki Allah.
Seperti program TNI masa lalu ABRI manunggal rakyat, apa lantas ABRInya jadi
rakyat atau rakyatnya jadi ABRI? Toh praktiknya ABRI punya program membangun
desa, kemudian rakyatnya menyambut dengan dibangunnya infra struktur sesuai
dengan program ABRI itu sendiri diantaranya membangun jembatan,MCK dlb.
Manunggaling Kawula Gusti merupakan pernyataan bathin
bahwa ibadah yang dilakukan manunggal/menyatu/sesuai dengan kehendak Allah atau
lillahitaala.
TIGA HAKIKAT HIDUP
Mau tidak mau diri manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani ini
terurai menjadi 3 bagian penting, apakah sebagai hamba Allah SWT atau sebagai
ummat Muhammad SAAW yaitu satu bagian Ruh milik Allah, satu bagian jazat/badan menjadi
milik cacing tanah sedang satu bagian lagi yaitu ibadah menjadi milik kita.
1.
Ruh milik Allah : “Jawablah! Nyawa (ruh) itu termasuk
urusan Tuhanku” (QS. Al-Isra’ : 85) “Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniup kan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS. Al-Hijr : 29)
2.
Tubuh milik cacing
tanah “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan
mengembalikan kamu dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang
lain,” (QS. Thaha: 55).
3.
Amal ibadah milik diri :
“…Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada
Rabb-nya.” (Qs. Al Kahfi 110) “Barangsiapa menghendaki
kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan
amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak
akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan
memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang
telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud 15-16).
Ingat TIGA SATU TIGA, ingat jalan-jalan bermuhassabah, bahwa diri ini teramat banyak yang harus dibenahi agar setiap saatnya selalu disibukkan dengan membenahi diri, sebab pola pikir yang salalu mengarah kepada kelemahan orang lain akan membuat hati kita menjadi mati dan sombong karena menganggap hanya dirinya saja yang baik sedang orang lain sebagai pendosa. Naudzubillahimindzaliq.
#tasawwuf #kedaisufi