Profil

Kamis, 28 Maret 2019


Kedai Sufi Kasabullah jilid 31

CALEG GESER CPNS
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd 
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)

Tinggal menghitung hari pesta rakyat bakal digelar, segala daya dan upaya dilakukan dari yang bergerak lurus sampai yang berkelak kelok. Korban korbanpun mulai berjatuhan material, immaterial, minimal korban perasaan, semua dikarenakan karena pendidikan politik kurang matang, sehingga kejujuran nurani harus meyerah kepada kepentingan dan mengabaikan kepentingan sebenatnya, mengapa kita harus memilih wakil kita di Dewan.

Cak Kasab :
Ngomong ngomong soal caleg, aku kok jadi bingung sendiri ya mas?

Mad Bullah :
kok aneh sampean itu cak, sebagai yang nyaleg aja gak bingung, malah sampean cuman sebagai berikut, bingung...gak internasional blass

Cak Kasab :
lho lho.....sampean itu gimana to mas? ini pesta rakyat!

Mad Bullah :
yang bilang pesta orang jahat itu siapa?

Cak Kasab :
la iya,..... maksudku apa sampean gak punya pandangan siapa yang bakal dipilih?

Mad Bullah :
buat apa bingung ma orang yang bertatus sama kayak kita, cak?

Cak Kasab :
kok kayak kita sich mas ? beliau beliau itu calon dewan terhormat yang kita pilih, untuk mewakili urusan kita di sidang isbat nanti

Mad Bullah :
mimpi kale sampean cak, orang yang mana yang sampean maksud itu? kenal aja gak...gimana bisa mewakili kita.

Cak Kasab :
ya juga sich mas....mereka itu kayak cendawan di musim hujan aja, saat ada kontessasi pileg baru bermunculan....ck...ck...ck...ck

Mad Bullah :
makanya, sampean tuh gak usah segitunya ngebelain mereka, sampai sampai ma keluarga sendiri bertengkar dan bermusuhan, itu dosa lho lho cak ku anfusikum wa akhlikum naron

Cak Kasab :
ya gak juga mas, masa orang yang kita jagokan dibiarin gitu aja, bisa bisa disabet orang lain

Mad Bullah :
orang lain ma orang yang kita jagokan, apa bedanya? kan mereka sama sama gak da kiprahnya ke kampung kita cak, kok tiba tiba mo mewakili, tahu ta masalah yang dialami kampung kita?

Cak Kasa :
betul betul aku baru nyadar mas, sampean itu jeli banget. lalu apa maksud sampean tadi mas, kalau mereka statusnya sama dengan kita?

Mad Bullah :
ya, sama sama penganggurannya ha...ha..ha...

Cak Kasab :
terus.....terus....terus...

Mad Bullah :
ya karena pak lurahe udah ngumumin Zero Growth, berarti peluang jadi CPNS udah no way, dan satu satunya peluang lowongan kerja cuman dicaleg....lumayan sich setiap 5 tahun masih bisa berharap

Cak Kasab:
stop gak usah diterusin, itu jelas hoax

Mad Bullah :
hoax hoax gimana?

Cak Kasab :
yayalah sampean bilang yang nyaleg cuman cari kerjaan, tuh buktinya ada bos perusahaan besar internasional lagi masih nyaleg, ada pejabat juga dilepas untuk nyaleg... semua itu udah bekerja, kaya lagi

Mad Bullah :
hai dengerin kupingmu yo cak, aku iki gak ngebahas orang lain, biarin mereka jadi urusan dapil mereka sendiri, sing dibahas aku iki cak mulai tadi, caleg yang sampean jagokan itu, tega teganya sampean cak musuhin saudara, benciin tetangga, karna gak ikutan dukung pilihan sampean, padahal orang yang sampean paksa ke warga kampung sini jelas pengangguran kayak kita kan? gak pernah punya jasa apa apa ke kampung kita kan? sedang keluarga kita kita yang banyak jasanya kesampean dimusuhi bahkan sampean bakar rumahnya, sampean itu bukan saja durhaka kepada keluarga tetapi mendzolimi warga kampung sini........

Cak Kasab :
????

#kedaisufikasabullah #kedaisufi #makrifat #lembagadzikirkasabullah #caleg

Sabtu, 23 Maret 2019

REJEKI


Tafakur Kasabullah jilid 33

DIBERI REJEKI MALAH MARAH
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd 
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia)

Sudah menjadi kebiasaan bagi kita, ketika ditanya urusan rejeki di tempat tempat umum apalagi yang bertanya orang yang paling dihormati, pasti akan dijawab dengan kalimat diplomatis "alhamdulillah" untuk menandai dirinya seorang muslim yang taat. Ada kalanya dibumbui kalimat sanjungan "semua berkat bimbingan dan doa bapak, ustat, kyai" sungguh mengesankan sekali.

Sayangnya adegan itu hanya panggung sandiwara dan tidak bertahan lama, giliran penanya dari kalangan sendiri, justru direspon dengan keluh kesah, kecewa, putus asa, bahkan tidak sedikit menyalahkan kebijakan pemerintah dan kasih sayang Allah yang tidak terbatas itu

Bertemu dengan sosok manusia yang tidak mau diuntung seperti itu, tanpa disadari terkadang pertahanan keimanan dan kesabaran kita terbobol juga, dengan ikutan latah berkomentar yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang muslim yaitu mengumpat Presiden, mengejek Menteri, Gubernur, Wali Kota, Bupati, Camat, Lurah, Pedagang, Orang China, Orangtua, Mertua, Pimpinan, Juragan dan terakhir kepada Allah yang disalahkan, dianggap tidak mengasihi dirinya, karena doanya yang bertubi tubi dalam urusan rejeki tidak satupun dikabulkan.

Huuuus....tuman, masa lihat orang berkeluh kesah kayak gitu langsung dibilang murtad.....munafik....bangsat. Hehehe jangan jangan kita sendiri yang murtad, munafik dan bangsat, karena dungunya diri dalam urusan agama, sehingga sifat tepo seliro, tenggang rasa dan saling memaklumi sebagai ciri khas seorang muslim gak singkron, singkron bisanya cuma membangun konflik horisonal.

Memang kalau kita mau fair, faktor penyebab mengapa ekonomi kita jalan ditempat bahkan cenderung mundur, kuncinya sangat sedehana Allah bersemangat menambah, sedang kita justru lebih memilih dikurangi, Bagaimana tidak? silahkan perhatikan "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim ayat 7)

Itulah faktor penyebab, Mengapa ekonomi kita kembang kempis, karena kita benar benar kurang memahami agama sehingga tanpa disadari ada kecenderungan melakukan kesesatan kepada Allah dengan berkeluh kesah, ngomel. seakan Allah tidak memperhatikan rejekinya. Padahal Allah secara nyata sudah membuat MOU yang ditandatangani bersama, yang isinya kalau mau mengakui (bersyukur) terhadap pemberian Allah walau sedikit, bakal ditambah. tetapi kalau tidak mau mengakui bakal dikurangi bahkan tidak akan diberi sama sekali.

Dalam kasus ekonomi bernuansa agama ini, yang patut disayangkan adalah kita sendiri, yang mengaku lebih tahu agama dibanding mereka, justru tidak mau mengamalkan apalagi mengedukasi mereka, yang ada justru sibuk ikut memusuhi dan mengeksekusi mereka dengan kata kata yang menjadikan semakin jauh dari nuruh tuhan.

Seandainya mereka yang awam dan kita sendiri yang mengaku jago dalam urusan agama, mau memahami Kasta Rejeki dari Allah kepada hambanya, pastilah tidak ada yang bakalan marah (kufur), malah berterimakasih (bersyukur) sehingga janji Allah siapa yang bersyukur akan ditambah syukurnya hingga makmur akan terukur.

Kasta Rejeki dari Allah dimaksud, kalau memperhatikan al Quran secara garis besar menjadi 2 bagian, yaitu Rejeki bersifat Khusus dan bersifat Umum
Rezeki bersifat Khusus, menyanngkut urusan Rohani berupa Iman dan Islam, Rakmat dan Hidayah atau Petunjuk Allah berupa ilmu pengetahuan yang bermafaat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Yang begini ini hanya diperuntukkan bagi hamba hambanya yang mengakui keberadaan Allah dan Rosulnya, sedang Rezeki yang sifatnya umum lebih diarahkan kepada kebutuhan Jasmaniyah belaka, seperti sandang, pangan, papan, kendaraan, jabatan, wanita idaman yang diberikan kepada semua makhluk ciptaanNya sekalipun tidak beriman, yayalah mama ada binatang beriman? 

Sekalipun rejeki yang bersifat umum atau hanya menyangkut urusan kelangsungan hidup jasmaniyah atau kehidupan dunia saja, akan tetapi kalau kita tidak mampu menempatkan diri ada di kelas mana tingkatan rejeki saya? atau kita tidak paham kepada klasifikasi dan kriteria sumber rejeki yang diterima, maka sangat dimungkinkan rejeki khususpun (rohani) tidak diperolehnya, Alasannya karena kita telah melakukan kekufuran/kekafiran kepada Allah dengan ungkapan keluh kesah, kecewa dan marah dengan membanting apa saja yang ada didekatnya karena merasa gagal memperoleh rejeki sekalipun sudah berusaha bekerja, berdagang dan pinjam)

Ayok.....kita pilih kelas sendiri, sesuai bakat dan kemampuan, kalau sudah ketemu langsung akui, kemudian masuklah dengan basmalah, duduk manis dan belajarlah menghadapi segala bentuk ujian dan cobaan baik dianggap ringan atau berat, agar kelas kita segera beranjak naik menuju impian terbaik kita

KELAS 1
REJEKINYA DIJAMIN ALLAH 
“Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yg bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya.” ( surat Hud ayat 6).
sekalipun ini kelas awal atau terendah setidaknya kita jadi pede kalau kita tetap akan bisa makan, sekalipun tidak bekerja. Apa mereka yang makan itu pasti orang bekerja? ya sudah kalau paham.

KELAS 2
REJEKI DIBAYAR SESUAI USAHANYA
Mendulang rejeki pada kelas 2 dikembalikan kepada tingkat kecerdasan, ketangkasan dan keuletan kita dalam bekerja
“Tidaklah manusia mendapat apa-apa kecuali apa yang telah dikerjakannya” (Surat An-Najm: ayat 39).

KELAS 3, 
REJEKI BAGI MEREKA YANG PANDAI BERSYUKUR
Ingat yang dimaksud bersyukur bukan sekedar hanya padai mengulang ngulang ucapan Alhamdulillah beberapa kali dengan faseh, melainkan bagaimana caranya agar yang diterima menjadi amanat (titipan yang harus dijaga) yang perlu ditindaklanjuti dengan amanah (dilaksanakan sesuai prosedur) sehingga tercapai amanu (aman,sejahtera dan makmur) Banyak kan pejabat yang sudah melimpah hartanya malah korupsi karena dianggap yang ada tidak cukup, akhirnya Allah cabut paksa rejekinya melalui KPK sehingga azabku sangat pedih/penderitaan benar benar dirasakan.
“… Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Surat Ibrahim ayat 7)

KELAS 4
REJEKI YANG TERAMAT ISTIMEWA
Istimewanya karena tingkatan yang ke 4 ini, sangat boleh jadi mendapatkan sesuatu dari hal hal yang tidak ada korelasinya dengan apa yang dikerjakan, seperti halnya pegawai dapat gaji, buruh dapat upah, pedagang dapat ungtung, petani dapat panen dst. 
Untuk memperoleh rejeki ditingkatan yang terakhir ini memang diperlukan suatu proses panjang yang didasari ketulusan dan keikhlasan kepada Allah dan manusia, siapa penerima rejeki itu? yaitu manusia yang peduli pada lingkungannya sebut saja tokoh masyarakat, tokoh agama sekalipun beliau tidak berstatus pegawai, buruh tetapi gaji dan upah ada saja yang memberi, sekalipun bukan petani aneka buah buahan selalu dicukupi bahkan tidak punya katar belakang sebagai politik juga menempati jabatan politik dari presiden, menteri, gubenur,wali kota,bupati minimal jadi dewan sungguh benar dengan apa yang telah Allah ucapkan
“…. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yg tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” ( Surat Ath Thalaq ayat 2 - 3 )

Hal terpenting dari tulisan ini, ada 2 pesan yang hendak disampaikan :

1. Menghilangkan rasa galau terhadap situasi ekonomi kita, karena kita sudah memahami berada di kelas mana, kalau awalnya kita suka mengamuk karena ekonominya begitu begitu saja. Padahal kelakuan kita dalam setiap harinya, kadang pukul 11.00 sudah ongkang ongkang di rumah dengan alasan dikantor tidak ada kerjaan, akhirnya pimpinan tidak memberi job ke kita bahkan boleh jadi kita dipecat, sementara mereka yang ekonominya berada, kadang dini hari masih ada di kantor, ada di jalan mengais rejeki sampai lupa makan segala

2. Menghilangkan rasa suudzon kepada Allah dan manusia, terkadang dalam kesendirian atau berdiskusi sesama akhli suudzonnya, menggugat dirinya merasa paling alim karena sholatnya rajin, ngajinya okey, puasanya mantap, zakat fitrahnya gak pernah absen, bahkan sudah haji. Tetapi ekonominya kok begine begine aje, sedang tetangganya yang dianggap murtad justru semakin makmur ujung ujungnya suudzon kepada Allah tidak adil dan suudzon kepada manusia pelihara tuyul dan pesugihan.

Mengapa mereka begitu lancar berprasangka buruk kepada Allah dan Manusia? jawabannya karena mereka tidak tahu Kelasnya Rejeki dan tidak tahu kalau urusan Rejeki Bersifat Umum berlaku bagi hambanya yang mukmin maupun kafir.

salam santun kasabullah.

#kedaisufikasabullah #kedaisufi #makrifat #akalsehat #rejeki

Selasa, 05 Maret 2019

Tafakkur Kasabullah Jilid 32



K.A.F.I.R

Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd 

(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia)

"MENGERIKAN" itulah sebutan yang paling pantas, saat istilah Kafir menjadi jualan politik paling camar untuk dilirik swing voter pilpres dan pileg 2019 di negeri ini.

Entah apa yang menjadi pertimbangan Tim Sukses mereka, sehingga hal hal yang bersifat sensitif yang semestinya dijadikan tarbiyah eksklusif antara kyai dengan santrinya, antara ustad dengan muridnya, antara orangtua dengan anaknya, dipaksa menjadi materi kampanye politik pada bangsa yang hiterogin?

Kalau memang maunya bersiar islam, mengapa hanya muncul menjelang pemilu saja dan mengapa juga yang bersiar justru dari orang orang yang kurang berkompeten dalam bidang agama?

Akal sehat kita bisa jadi menerima sebagai sesuatu yang wajar karena kita penduduk mayoritas, bahkan bisa jadi yang begitu itu dianggap superheronya, tetapi bagi kita yang berakal sehat pastilah akan menyayangkan sekali mengapa hal itu mesti terjadi? Bukan soal mereka tidak punya kompetensi bersiar, terkadang yang bersiar itu akhlaknya tidak lebih bagus dibanding yang diajak bicara (publik)

Akibat pemahaman istilah istilah agama yang tidak komprehensip, menyebabkan sebutan kafir yang semestinya berfungsi sebagai klasifikasi pemeluk agama, menjadi diskriminasi terhadap pemeluk agama tertentu / non muslim. Kalau kegiatan itu dibiarkan, tidak menutup kemungkinan keutuhan NKRI akan terkoyak, sekalipun kampanye NKRI "harga mati", terus digelorakan kepada patriotisme bangsa, akan tetapi dalam praktiknya cuma pepesan kosong retorika belaka.

Polemik bangsa dengan isu sara (agama), selamanya tidak akan pernah berakhir, selama warga negara Indonesia yang minoritas, kita anggap statuskan illegal dan menjadi musuh islam, bukti bukti yang mengarah ke sana sangat jelas dengan banyaknya komentar ofensif dari tokoh masyarakat, para jurkam pemenangan paslon tertentu. Akibat seringnya kita menyinyir mereka, menjadi maklum apabila mereka merasa "gerah" hidup di bumi pertiwi.

Sekalipun aslinya mereka non muslim tidak boleh gerah, tersinggung apalagi marah, karena kita sedang membahas dapur rohani kita sendiri, yang dalam Al quran dijelaskan bahwa orang di luar islam disebut dengan istilah kafir dan yang begini ini tidak bisa dirubah atau diamandemen seperti halnya UUD 45

Kesalahan terbesar oknum kita adalah tidak tahu tempat dan tidak bisa menempatkan diri atau istilah jawanya "hantem kromo". Semestinya berbicara ikhwal tauhid sepantasnya di surau surau, majelis taklim, masjid dan bukan di tempat umum, apalagi dalam urusan umum (kampanye) dan yang diundang juga orang umum, ini namanya payah.

Kalau boleh bertanya, Mengapa yang begitu itu harus terjadi? Sedang mereka sebagai warga negara Indonesia, hak penduduknya sekalipun non muslim, secara konstitusi, UUD 45 pasal 29 dilindungi dan dijamin kemerdekaan haknya untuk menganut agama, kepercayaan dalam melaknakan ibadatnya menurut kenyakinan masing masing?

Bukan suatu tindakan berlebihan apabila dalam Munas PBNU mewacanakan kafir bagi non muslim di Indonesia diganti dengan istilah yang lain. PBNU menganggap situasi yang berkembang belakangan ini, ditengarahi akan menjadi celah kekerasan teologis yang akan berdampak buruk. Itulah kehebatan organisasi islam terbesar kita (NU) yang selalu mengambil sikap "mengamankan" situasi demi menghidari konflik horisontal yang mengancam keutuhan NKRI

Pengertian kafir, kalau hanya diserap dan diperuntukkan bagi orang di luar islam saja, dampaknya sangat buruk bagi umat islam sendiri, karena dirinya merasa bebas dari bidikan dan kebal terhadap didikan. Begitu bab bab kafir dibacakan atau diperdengarkan ke daun telinga kita, dipastikan seruan Allah dan Rosul itu, dipahami bukan untuk dirinya, melainkan untuk mereka non muslim, sekalipun isinya merupakan perbuatan buruk kita

Kafir atau Kufur secara termologi bahasa mempunyai arti orang yang ingkar terhadap Allah dan Rosulnya. Sekarang yang dimaksud ingkar/tidak percaya/tidak mengakui, itu bentuknya seperti apa?

Apakah hanya kepada Dzat Allah dan Sosok Rosulullah atau kepada Perintah dan LaranganNya serta kepada bentuk Keteladanan Rosulullah? Kalau hanya kepada Dzat Allah dan Sosoknya Rosulullah, jelas yang dimaksud Kafir adalah Non Muslim karena mereka tidak pernah bersyahadat, sekalipun diantara mereka banyak juga yang mempunyai akhlak, lebih bagus dibanding kita yang muslim.

Akan tetapi kalau yang dimaksud kafir itu terhadap bentuk perintah, larangan Allah dan keteladanan Rosulullah, berarti kita sebagai ummat islam juga termasuk di dalamnya, mengingat tidak kurang dari 500an ayat, Allah menegur kita soal kekufuran, seperti tidak melakukan sholat, tidak sodekoh, tidak bersyukur.....

Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur” (QS. Al Baqarah: 152)
“… dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)

Itulah gambaran tentang kekafiran kita kepada Allah dan Rosulnya dalam al quran yang ditujukan kepada kita, Sekalipun diawal awal surat al baqoroh disebut "hudan linnas" petunjuk bagi semua manusia, tetapi manusia non muslim mana yang turut membaca? boro.... boro dibaca, kadang dipegang saja... kita sudah kebakaran jenggot, gak punya wudhu'lah... inilah....itulah.
Kalau Al Quran kenyataannya hanya kita yang membaca, lalu untuk apa istilah kafir ada di dalamnya? hehe...kata Gus Dur agar "kafire dewe dak digatekke......" karena kita telah sibuk dengan mengkafir kafirkan orang lain.

Bagaimana caranya agar "kafire dewe digatekke ? sebagai penduduk mayoritas harus rakhmatan lil alamin, sebagai hamba yang taat kepada Allah, suka memaklumi dan memaafkan, sebagai umat yang cinta kepada Rosulullah, biasa menebar kasih sayang, sebagai bangsa yang setia kepada negaranya jangan sampai pribahasa madura diterapkan "adhina'agih rasol, aguruh ka buter", mengabaikan kepentingan nasional hanya demi kemenangan partainya.


#kedaisufikasabullah #kedaisufi #makrifat #lembagadzikirkasabullah #akalsehat #kafir

Sabtu, 02 Maret 2019

HOAX



Tafakur Kasabullah jilid 31

SIAPA BILANG HOAX BERDOSA ?
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd 
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia)

Apabila ada yang bertanya, dzikir apa yang sering diucapkan oleh bangsa ini, jawabannya bisa membuat mata kita terbelalak, masalahnya bukan Laila hailallah atau Allahuakbar jawabannya, melainkan "hoax"

Bagaimana tidak? kalau dzikir tauhid biasanya dilakukan pada saat tertentu, seperti menjelang atau setelah sholat. Apalagi pengikut toriqot, pasti jumlah dan waktunya dalam mengamalkan lebih terbatas lagi, bisa hanya tengah malam saja, menjelang terbit matahari saja, lengser dan terbenamnya matahari saja.

Sedang berdzikir hoax hampir seluruh ruang dan waktu dikuasai, asal bisa beinteraksi dengan manusia lain di rumah, kantor, kendaraan, warung, mall, ruang tunggu, terminal bahkan di masjid sekalipun, dzikir hoax terus menggema dengan khusuknya. hebatnya lagi sekalipun dalam kesendirian asal di tangannya ada hp, di hadapannya ada seperangkat laptop, maka dzikir dzikir hoax terus menggema memasuki lorong gendang telinga para fansnya yang kehausan mendengar aneka birama fasik, tanpa mempedulikan kalau keasyikannya itu telah membuat hati orang lain meradang,

Hoax populer di Indonesia, seiring lahirnya ITE di zaman Now, sekalipun sejarah mencatat Hoax’ atau ‘fake news’ ada sejak zamannya Johannes Gutenberg atau tahun 1439. Di zaman old atau tempo doeloe istilah hoax tidak populer bahkan tidak dikenal seperti halnya sekarang, karena fitnah, dusta, fasik, ghibah terasa lebih kental ditelinga bangsa yang dikenal sangat religius ini. Semua istilah istilah itu dimaknai sebagai ibadah yang beresiko apabila dilanggar bagi kehidupan di akhiratnya nanti, dasarnya sangat jelas " Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang. (al Hujarat 12)

Beda sekali bila dibandingkan dengan keadaan masa now, disadari atau tidak, suasana kearifan bathin kita yang semula begitu hebatnya, sekarang sedikit nakal manakala istilah istilah yang religius itu oleh seleksi alam, diganti dengan bahasa intertamen yaitu hoax publikasinya besar besaran. Apalagi di tahun politik ini, hoax menjadi salah satu piranti /mesin politik yang berfungsi ganda sebagai kuda hitam dan bola panas, biayanya ringan skupnya sangat luas mampu menembus sudut sudut desa terpinggir, terjauh dan terpencil.

Fenomena yang ditengarai akan merusak moral bangsa itu, bukan tidak mendapat perhatian dari pemerintah, sebab Infokom sudah mengimunitasnya dengan Undang Undang ITE. Sayangnya hukum positif ITE itu, bukan mengharamkan ikhwal kebohongan secara kongkrit, melainkan justru menghalalkannya, jadi kata siapa hoac itu dosa?

Perhatikan UU ITE, khususnya : Pasal 45 A ayat 1 dan 2 :
1.Pasal 45A ayat 1: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Pasal 45A ayat 2: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2 ayat dalam pasal 45A dimaksud, sudah dapat menginspirasi kita secara cepat "yang penting tidak mengejek, titik, ya kan?" karena substansinya bahwa kebohongan dimaksud adalah apabila sesosok manusia dan atau seonggok bangunan institusi, komunitas, organisasi, lembaga yang kalau "dirasani" kejelekannya menjadi sedih atau kalau dijelek jelekkan padahal mereka sama sekali tidak lakukan kejelekan, yang mengakibatkan nama baiknya jatuh, repotasinya runtuh.

Sedang orang yang "ngrasani" sekalipun hatinya sedih, kehidupannya susah akibat dari ulah pengikutnya yang memuji muji lakonnya,, dianggap tidak menyesatkan... hehe....emangnya gue pikirin?

Akibat adanya landasan hukum, yang tidak jelas atau hanya menyasar, menjerat dan memenjarakan orang orang yang membagun kebencian dengan "menjelek jelekkan", ya yalah kalau dipuji sekalipun gak sesuai, mana ada yang mau melapor ? malah kalau perlu akan diberi hadiah.

Kondisi seperti itu yang jadi faktor penyebab mengapa bangsa ini dengan gampangnya memuji seseorang sekalipun tidak sesuai? jawabannya karena kita merasa tidak berdosa di akhirat dan tidak ada siksa di dunia (dipenjara)

Hukum Allah, melebih lebihkan dari keadaan sebenarnya, jelas ini suatu kejahatan moral, jelas suatu kebohongan, jelas hoax. Semestinya orang orang yang suka memuji muji itu, juga dijadikan TO dalam UU ITE, agar di bumi pertiwi bersih, dari tumbuh dan berkembangnya budaya ABS (Asal Bapak Senang) sebab dibalik semua itu, ada banyak manusia sebagai konsumen yang dirugikan.

Sekalipun kita hidup di alam yang belive it or not , sebagai hamba yang taat, kita tidak usah risau dengan melakukan protes sana, protes sini meninggalkan keluarga yang sangat butuh perhatian kita, apalagi sampai anarkis segala, sebab kalau itu yang dilakukan "Sesungguhnya yang mengkritik dan yang dikritik sama buruknya" Kalau kita benci kekerasan maka jangan kerasi mereka yang melakukan kekerasan, agar kita tidak melakukan kekerasan yang sama. Sebab alasan mereka melakukan kekerasan juga terkandung maksud seperti apa yang kita lakukan, yaitu melakukan suatu upaya memberhentikan secara paksa atas perbuatan yang tidak normatif dan kontruktif, apa bedanya? sentuh mereka dengan kearifan kita, sebagai bangsa yang berbudaya dan religius, agar bangsa ini teredukasi bahwa kita sebagai tokoh masyarakat, sebagai pemerhati, sebagai pemimpin benar benar mempunyai nilai yang luhur untuk mengembalikan bangsa ini sebagai pemilik hak paten bangsa yang berbudaya.

Kegagalan kita menghadang lajunya kejahatan moral mereka yang bersifat kolegial, politis, diplomatis dan birokratif dengan cara membuat hukum, aturan (akhli kitab) karena kita dianggap terlalu "lembek", jangan kemudian merubah pribadi dan karakter kita yang arif menjadi bringas, biarkan saja mereka berbuat begitu, toh mereka juga tidak akan terus aman hingga di akhirat, sebab Allah sudah menghadangnya jauh sebelumnya “kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari penyaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Fushshilat {41} : 22):
“Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. [al-Mâ`idah/5:77]

Ada satu konsep, yang bisa membuat kita selamat dari pusaran Hoax, tanyakan pada dirimu saat menerima hoax "sebagai apa dan sedang melakukan apa ?" kalau bukan pengurus partai, mesin partai buat apa mengshare kepada saudara saudara kita yang sedang bercengkrama dengan anak dan istrinya, kemudian terhenti lantaran ada berita hoax dari kita? berapa orang yang sudah kita putus kemesraannya, kebahagiaannya dan berapa jiwa yang dibuat gelisah oleh tindakan kita yang tidak berstatus apapun, atau jangan jangan kita hanya ingin mencicipi nikmatnya hidup di penjara dengan tuduhan "black campaign", semua terserah kita, karena akal sehat bukan jaminan berakal sehat.

#kedaisufikasabullah #kedaisufi #makrifat #lembagadzikirkasabullah #akalsehat