Tafakur Kasabullah jilid 31
SIAPA BILANG HOAX BERDOSA ?
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
(Pimpinan Pusat/Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia)
Apabila ada yang bertanya, dzikir apa yang sering diucapkan oleh bangsa ini, jawabannya bisa membuat mata kita terbelalak, masalahnya bukan Laila hailallah atau Allahuakbar jawabannya, melainkan "hoax"
Bagaimana tidak? kalau dzikir tauhid biasanya dilakukan pada saat tertentu, seperti menjelang atau setelah sholat. Apalagi pengikut toriqot, pasti jumlah dan waktunya dalam mengamalkan lebih terbatas lagi, bisa hanya tengah malam saja, menjelang terbit matahari saja, lengser dan terbenamnya matahari saja.
Sedang berdzikir hoax hampir seluruh ruang dan waktu dikuasai, asal bisa beinteraksi dengan manusia lain di rumah, kantor, kendaraan, warung, mall, ruang tunggu, terminal bahkan di masjid sekalipun, dzikir hoax terus menggema dengan khusuknya. hebatnya lagi sekalipun dalam kesendirian asal di tangannya ada hp, di hadapannya ada seperangkat laptop, maka dzikir dzikir hoax terus menggema memasuki lorong gendang telinga para fansnya yang kehausan mendengar aneka birama fasik, tanpa mempedulikan kalau keasyikannya itu telah membuat hati orang lain meradang,
Hoax populer di Indonesia, seiring lahirnya ITE di zaman Now, sekalipun sejarah mencatat Hoax’ atau ‘fake news’ ada sejak zamannya Johannes Gutenberg atau tahun 1439. Di zaman old atau tempo doeloe istilah hoax tidak populer bahkan tidak dikenal seperti halnya sekarang, karena fitnah, dusta, fasik, ghibah terasa lebih kental ditelinga bangsa yang dikenal sangat religius ini. Semua istilah istilah itu dimaknai sebagai ibadah yang beresiko apabila dilanggar bagi kehidupan di akhiratnya nanti, dasarnya sangat jelas " Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang. (al Hujarat 12)
Beda sekali bila dibandingkan dengan keadaan masa now, disadari atau tidak, suasana kearifan bathin kita yang semula begitu hebatnya, sekarang sedikit nakal manakala istilah istilah yang religius itu oleh seleksi alam, diganti dengan bahasa intertamen yaitu hoax publikasinya besar besaran. Apalagi di tahun politik ini, hoax menjadi salah satu piranti /mesin politik yang berfungsi ganda sebagai kuda hitam dan bola panas, biayanya ringan skupnya sangat luas mampu menembus sudut sudut desa terpinggir, terjauh dan terpencil.
Fenomena yang ditengarai akan merusak moral bangsa itu, bukan tidak mendapat perhatian dari pemerintah, sebab Infokom sudah mengimunitasnya dengan Undang Undang ITE. Sayangnya hukum positif ITE itu, bukan mengharamkan ikhwal kebohongan secara kongkrit, melainkan justru menghalalkannya, jadi kata siapa hoac itu dosa?
Perhatikan UU ITE, khususnya : Pasal 45 A ayat 1 dan 2 :
1.Pasal 45A ayat 1: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Pasal 45A ayat 2: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2 ayat dalam pasal 45A dimaksud, sudah dapat menginspirasi kita secara cepat "yang penting tidak mengejek, titik, ya kan?" karena substansinya bahwa kebohongan dimaksud adalah apabila sesosok manusia dan atau seonggok bangunan institusi, komunitas, organisasi, lembaga yang kalau "dirasani" kejelekannya menjadi sedih atau kalau dijelek jelekkan padahal mereka sama sekali tidak lakukan kejelekan, yang mengakibatkan nama baiknya jatuh, repotasinya runtuh.
Sedang orang yang "ngrasani" sekalipun hatinya sedih, kehidupannya susah akibat dari ulah pengikutnya yang memuji muji lakonnya,, dianggap tidak menyesatkan... hehe....emangnya gue pikirin?
Akibat adanya landasan hukum, yang tidak jelas atau hanya menyasar, menjerat dan memenjarakan orang orang yang membagun kebencian dengan "menjelek jelekkan", ya yalah kalau dipuji sekalipun gak sesuai, mana ada yang mau melapor ? malah kalau perlu akan diberi hadiah.
Kondisi seperti itu yang jadi faktor penyebab mengapa bangsa ini dengan gampangnya memuji seseorang sekalipun tidak sesuai? jawabannya karena kita merasa tidak berdosa di akhirat dan tidak ada siksa di dunia (dipenjara)
Hukum Allah, melebih lebihkan dari keadaan sebenarnya, jelas ini suatu kejahatan moral, jelas suatu kebohongan, jelas hoax. Semestinya orang orang yang suka memuji muji itu, juga dijadikan TO dalam UU ITE, agar di bumi pertiwi bersih, dari tumbuh dan berkembangnya budaya ABS (Asal Bapak Senang) sebab dibalik semua itu, ada banyak manusia sebagai konsumen yang dirugikan.
Sekalipun kita hidup di alam yang belive it or not , sebagai hamba yang taat, kita tidak usah risau dengan melakukan protes sana, protes sini meninggalkan keluarga yang sangat butuh perhatian kita, apalagi sampai anarkis segala, sebab kalau itu yang dilakukan "Sesungguhnya yang mengkritik dan yang dikritik sama buruknya" Kalau kita benci kekerasan maka jangan kerasi mereka yang melakukan kekerasan, agar kita tidak melakukan kekerasan yang sama. Sebab alasan mereka melakukan kekerasan juga terkandung maksud seperti apa yang kita lakukan, yaitu melakukan suatu upaya memberhentikan secara paksa atas perbuatan yang tidak normatif dan kontruktif, apa bedanya? sentuh mereka dengan kearifan kita, sebagai bangsa yang berbudaya dan religius, agar bangsa ini teredukasi bahwa kita sebagai tokoh masyarakat, sebagai pemerhati, sebagai pemimpin benar benar mempunyai nilai yang luhur untuk mengembalikan bangsa ini sebagai pemilik hak paten bangsa yang berbudaya.
Kegagalan kita menghadang lajunya kejahatan moral mereka yang bersifat kolegial, politis, diplomatis dan birokratif dengan cara membuat hukum, aturan (akhli kitab) karena kita dianggap terlalu "lembek", jangan kemudian merubah pribadi dan karakter kita yang arif menjadi bringas, biarkan saja mereka berbuat begitu, toh mereka juga tidak akan terus aman hingga di akhirat, sebab Allah sudah menghadangnya jauh sebelumnya “kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari penyaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Fushshilat {41} : 22):
“Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. [al-Mâ`idah/5:77]
Ada satu konsep, yang bisa membuat kita selamat dari pusaran Hoax, tanyakan pada dirimu saat menerima hoax "sebagai apa dan sedang melakukan apa ?" kalau bukan pengurus partai, mesin partai buat apa mengshare kepada saudara saudara kita yang sedang bercengkrama dengan anak dan istrinya, kemudian terhenti lantaran ada berita hoax dari kita? berapa orang yang sudah kita putus kemesraannya, kebahagiaannya dan berapa jiwa yang dibuat gelisah oleh tindakan kita yang tidak berstatus apapun, atau jangan jangan kita hanya ingin mencicipi nikmatnya hidup di penjara dengan tuduhan "black campaign", semua terserah kita, karena akal sehat bukan jaminan berakal sehat.
#kedaisufikasabullah #kedaisufi #makrifat #lembagadzikirkasabullah #akalsehat
Subhanallah WALHAMDULILLAH WALAILA HAILLALLO HUALLO HUAKBAR... Termksh guru..
BalasHapusSubhanallah,
BalasHapusAlhamdulillah
terima kasih guru atas tambahan ilmunya
melalui ulasan yang begitu kritis namun sangat membangun dan menyejukkan.