Profil

Sabtu, 25 Februari 2017

Harta Waris Jangan Mengotori Diri dan Ahli Kubur

AHLI WARIS YANG TIDAK PERLU DIWARISI
By. YUDHISTIRA RIA, M.MPd*)
(Pimp.Pusat / Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah)


KEKISRUHAN antara sesama ahli waris pasca orangtuanya meninggal, bukan soal cerita yang terjadi satu kali, melainkan hampir setiap orangtuanya atau saudara atau fameli yang tidak punya keturunan meninggal dapat dipastikan para “akhli warisnya” saling klim, saling berebut untuk menjadi orang nomor satu yang paling berhak menguasai atas harta-harta yang ditinggalkan almarhum.
Sungguh ini suatu pemandangan yang sangat naif apabila dilakukan oleh manusia yang mengaku dirinya beragama islam, sebab islam tidak pernah mengajari begini, lebih-lebih kejadian itu kerap kali dilakukan di saat bunga yang ditabur di kuburan almarhum belum kering. Memang secara khusus saat yang tepat membagi Harta Warisan tidak ada, kecuali Allah memberi peringatan agar kita tidak membagi Harta Warisan disaat anak-anaknya masih belum cukup umur (QS An Nisa ayat 6). akan tetapi sebagai manusia yang punya budi pekerti alangkah mulianya kalau pembicaraan pembagian atau perebutan? harta warisan itu menunggu jeda minimal usia kematian setelah 40 hari berjalan.
Lalu kapan saat yang paling tepat? Karena ini urusan ibadah maka menyegerakan membagi Harta Warisan sebelum pewaris meninggal itu lebih baik dibanding menunda nunda ibadah, dengan catatan asal anak anaknya sudah cukup dewasa. Dampak positif membagi harta warisan disaat pewaris masih hidup, mampu menjaga kerukunan keluarganya, sebab tidak sedikit kejadian pertumpahan darah dan saling tidak bertegur sapa disebabkan Harta Warisan belum dibagi, akhirnya mereka bercerai berai karena sama sama merasa lebih pantas dan berhak.
Kalau dilihat dari semangatnya para ahli waris di masyarakat memang patut diacungi jempol, tapi sayangnya semangat itu tidak dibarengi dengan konsekwensi yang berbanding arah. Buktinya di saat para almarhum meninggalkan hutang, hampir rata rata ahli warisnya cuci tangan, seakan itu bukan menjadi urusannya apalagi menjadi tanggungjawabnya. Beberapa jurus muslihatpun ditampilkan untuk melepaskan diri dari bidikan sebagai pengampu atas utang-utang almarhum yang ditinggalkan tak ubahnya seni pertunjukan saja, segala upaya ditempuh ada yang menyusun skenario, ada yang bertindak sebagai pemeran utama sampai kepada kelihaian sutradara mengatur action, seperti berdalih masih ada saudara yang lebih berhak dan pantas, masih mencukupi ekonominya sendiri yang kepayakan atau menggunakan senjata pamungkas yaitu tidak mau “cawe-cawe” atau tahu menahu soal utang almarhum karena disaat ada transaksi utang piutang antara almarhum dengan mereka dirinya tidak dilibatkan.
Anehnya mengapa kalau soal warisan harta yang dirinya juga tidak tahu menahu, bagaimana cara memperolehnya kok tidak dipersalahkan? Padahal urusan utang piutang ini menjadi hal terpenting bagi kehidupan almarhum di akhirat “…Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya…” ( Qs. an-Nisâ’ ayat 11 ), Abu Hurairah Ra menyampaikan sabda Rosulullah Muhammad SAAW : “ Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi ”
Sebagai ahli waris yang benar dan bertanggungjawab, semestinya hal utama yang harus direbut adalah bagaimana caranya kita bisa menyelematkan ahli kubur yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa dari kedukacitaan di alam barsyah lantaran masih ada urusan utang piutang yang belum terselesaikan, Bukan sebaliknya, malah kita sibuk sendiri berebut harta warisan untuk mendapat yang terbanyak dari orang-orang yang ternyata saudara kita sendiri, Sudah putus asakah kita dari rakhmat dan hidayah Allah, sehingga kita membentuk menset kalau tidak dapat bagian dari warisan itu berarti dirinya tidak bisa hidup,tidak bisa punya apa-apa dan tidak bisa kaya? Padahal kita masih lincah,sehat dan terampil mengapa tidak mengoptimalkan upaya bekerja yang keras
.
Sungguh memalukan sekali kalau kita mau berpikir jernih, semasa almarhum hidup kerja siang malam,pontang panting banting tulang mengumpulkan harta demi tanggungjawabnya sebagai kepala rumah tangga, sedang kita sebagai calon pewaris disaat itu tidak sedikitpun tertarik untuk membantunya, bahkan ada juga yang merasa malu dan jijik karena orangtuanya mengumpulkan harta dari jualan keliling, jadi pemulung, jadi buruh. Tiba-tiba setelah terkumpul jadi harta warisan yang pantas berupa tanah,sawah,rumah dan mobil setelah sang pengumpul harta meninggal, dengan pongahnya kita mengklaim harta itu sebagai hak miliknya yang harus diperebutkan

Gelagat memperturutkan hawa nafsu ketamakan untuk menguasai semua harta warisan yang ditinggalkan almarhum tentunya sudah terukur dalam pandangan Allah, Sehingga diberinya aturan main dalam Al Quran sebagai pedoman. Dengan begitu berarti kita tidak boleh membuat aturan sendiri sekalipun itu pemilik harta waris,sesepuh dan pemuka agama kalau dasar hukum yang digunakan bersifat subyektifitas seperti faktor kedekatan dan kasihan, dan tidak mengacu kepada objektifitas Al Quran dan Hadits Rosulullah Muhammad SAAW. Ahli waris semacam itu yang tidak perlu kita warisi, kita perlu mensucikan ibadah jangan mengikuti kebiasaan kebiasaan di masyarakat yang berlaku bertahun tahun, kalau ternyata sama sekali tidak mendasar secara syar'inya. Seperti apa rambu rambu pembagian harta warisan berdasar ketetapan Allah, silahkan diperhatikan item demi irem : :
.
1. Harta Waris Anak Yatim
Hak ahli waris anak yatim yang usianya belum cukup dewasa, maka harus diselamatkan dan jangan diserahkan “Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin Kemudian jika menurut pendapatmu kamu mereka telah cerdas (menjaga hartanya) maka serahkanlah kepada mereka hartanya.“...Kemudian apabila kamu menyerahkan hartanya kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (yang menyaksikan penerimaan) mereka dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS. An-Nisa ayat 6).

2. Hak Laki-Laki dan Perempuan:
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan (QS. An-Nissa ayat7).

3. Sodekoh Kepada Yang Hadir
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat,anak yatim dan orang miskin maka berikanlah mereka dari harta sekedarnya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (QS. An-Nisa ayat 8).

4. Bagian Waris Untuk Anak dan Orang Tua:
Bagian Anak laki-laki 2x bagian anak perempuan. Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembahagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan....(QS. An-Nisa ayat11).

Bagian anak perempuan jika sendiri (tidak ada anak laki-laki) adalah 1/2, Jika jumlah anak perempuan itu 2 atau lebih, mereka bersekutu dalam 2/3. Tetapi jika anak-anak perempuan itu lebih dari dua, maka bagian mereka ialah 2/3 dari harta yang ditinggalkan. jika anak perempuan itu seorang sahaja, maka bagiannya ialah satu perdua (separuh)...(QS. An-Nisa ayat 11). 

Bagian ortu, jika alm. mempunyai anak, masing-masing= 1/6. Jika alm. tidak mempunyai anak, maka ibu dapat 1/3, sisanya untuk si bapak. Tetapi jika alm. mempunyai min 2 saudara, si ibu hanya dapat 1/6, sisanya untuk bapak. “ dan bagi ibu bapak (si mati), tiap-tiap seorang dari keduanya: Satu perenam dari harta yang ditinggalkan oleh si mati, jika si mati itu mempunyai anak. Tetapi jika si mati tidak mempunyai anak, sedang yang mewarisinya hanyalah kedua ibu bapanya, maka bahagian ibunya ialah satu pertiga. Kalau pula si mati itu mempunyai beberapa orang saudara (adik-beradik), maka bahagian ibunya ialah satu perenam....(QS. An-Nisa ayat 11).


5. Bagian Suami-Isteri dan Saudara se-ibu:
Suami mendapat 1/2 jika si isteri tidak memiliki anak, jika si isteri memiliki anak, bagian suami= 1/4. “Dan bagi kamu satu perdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isteri kamu jika mereka tidak mempunyai anak. Tetapi jika mereka mempunyai anak maka kamu beroleh satu perempat dari harta yang mereka tinggalkan, ...(QS. An-Nisa ayat 12)
. 
Isteri mendapat 1/4 jika si suami tidak memiliki anak, jika si suami memiliki anak, bagian isteri= 1/8. “ Bagi mereka (isteri-isteri) pula satu perempat dari harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak. Tetapi kalau kamu mempunyai anak maka bahagian mereka (isteri-isteri kamu) ialah satu perlapan dari harta yang kamu tinggalkan,....(QS. An-Nisa ayat12).

Jika pewaris adalah kalalah dan mempunyai saudara (seibu), bagian masing-masing= 1/6, jika saudara seibu lebih dari seorang, mereka bersekutu dalam 1/3 (bagian saudara laki=bagian saudara perempuan). “ Dan jika si mati yang diwarisi itu, lelaki atau perempuan, yang tidak meninggalkan anak atau bapa, dan ada meninggalkan seorang saudara lelaki (seibu) atau saudara perempuan (seibu) maka bagi tiap-tiap seorang dari keduanya ialah satu perenam. Kalau pula mereka (saudara-saudara yang seibu itu) lebih dari seorang, maka mereka bersekutu pada satu pertiga (dengan mendapat sama banyak lelaki dengan perempuan),...(QS. An-Nisa ayat 12)
.
6. Bagian Pewaris Kalalah
Pewaris yang meninggal tanpa memiliki ayah dan anak disebut kalalah. Maka Harta warisan diarahkan kepada saudara-saudaranya :

1. Apabila seorang saudara perempuan mendapat 1/2:
“ jika seseorang mati yang tidak mempunyai anak dan dia mempunyai seorang saudara perempuan, maka bagi saudara perempuan itu satu perdua dari harta yang ditinggalkan oleh si mati ...(Q.S. An-Nisa ayat 176)
.
2. Apabila saudara perempuan lebih dari 1, mereka berserikat dalam 2/3:
“Kalau pula saudara perempuannya itu dua orang, maka keduanya mendapat dua pertiga dari harta yang di tinggalkan oleh si mati ....(QS. An-Nisa ayat 176).

3. Apabila Seorang saudara laki-laki mewarisi semua jika tidak ada saudara perempuan.:
‘...dia pula (saudara lelaki itu) mewarisi (semua harta) saudara perempuannya, jika saudara perempuannya tidak mempunyai anak...(QS. An-Nisa ayat 176).

4. Apabila saudaranya terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka laki-laki mendapat 2 x bagian perempuan: dan sekiranya mereka (saudara-saudaranya itu) ramai, lelaki dan perempuan, maka bagian seorang lelaki menyamai bahagian dua orang perempuan.(QS. An-Nisa ayat176).
Kalau masih bingung, perhatikan tabel :

6 komentar:

  1. Terimakasih Guru atas ilmu dan penjelaskan pembagian harta warisnya

    BalasHapus
  2. Trmksh guru atas penjelasan ny sangat bermanfaat bagi murid

    BalasHapus
  3. Trmksh guru atas penjelasan ny sangat bermanfaat bagi murid

    BalasHapus
  4. Subhanallah trimaksih guru atas tambahan ilmunya....

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah trimakasih Guru dengan tambahan ilmu yang banyak tentang hak waris,trimakasih Guru

    BalasHapus