P - A - L - S - U
Oleh : YUDHISTIRA RIA,M.MPd*)
Cendawan
di musim hujan, sangat pantas diistilahkan kepada hal-hal “palsu” yang terjadi
di Indonesia, mulai dari Ijazah palsu,uang palsu,vaksin palsu sampai ke kartu
AJBS palsu, sungguh suatu rentetan
peristiwa yang tidak bisa dipalsu lagi keasliannya.
Istilah “palsu” bukan barang anyar yang perlu kita promosikan
agar cepat terkenal seperti halnya artis pendatang baru yang membuat sensasi, sebab
sepeninggal Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam,
hal-hal palsu itu merebak begitu hebatnya, dengan sebutan “maudhu’” atau “dhaif”.
Bedanya kalau di Indonesia yang disasar
adalah Materi sedang pada masa pasca kenabian yang jadi target adalah aqidah
yang dimotori oleh Kaum
zindiq dan ilhad, Hammad bin Zaid rahimahullah pernah
berkata,
وَضَعَت الزَّنَادِقَة عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرْبَعَة عَشَر أَلف حَدِيث
“Kaum zindiq telah memalsukan hadits atas
nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebanyak 14000
hadits palsu.” [Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah (hal. 604) dan Al-Ba’itsul
Hatsits (I/254)]
Dalam kamus Besar Indonesia dijelaskan bahwa palsu/pal·su/ a 1.tidak tulen; tidak sah;
lancung (tentang ijazah, surat keterangan, uang, dan sebagainya); 2. tiruan (tentang gigi, kunci,
dan sebagainya); 3 gadungan (tentang polisi,
tentara, wartawan, dan sebagainya); 4. curang; tidak jujur (tentang
permainan dan sebagainya); 5. sumbang (tentang suara dan
sebagainya);
Pejelasan Palsu dalam bahasa Indonesia masih bersifat umum
dan terbuka bagi semua urusan dan kalangan sehingga siapa saja boleh memakai
dan meminjamnya jadi tidak salah apabila ijasah,vaksin dan Kartu AJBS
memakainya, sedang pengertian Palsu dalam hadits atau bahasa aslinya“maudhu”atau
“dhaif”. Lebih bersifat khusus dan eksklusif yaitu sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara
mengada-ada atau dusta, padahal beliau sama sekali tidak sabdakan, kerjakan,
dan taqrir-kan.
Merebaknya istilah Palsu diawali dengan banyaknya calon
legislatif disaat pesta Demokrasi Indonesia (pemilu 2014) sebut saja caleg DPRD
Kabupaten Subang yang diusung partai PDI Perjuangan pada 2014 yakni Acah Siti
Rokayah menggunakan ijazah Ilegal saat mendaftar sebagai Calon Legislatif, Dua
caleg (calon legislatif) perempuan secara resmi dinyatakan sebagai tersangka
oleh Kepolisian Resort Nganjuk karena menggunakan ijazah palsu. Mereka adalah
Siti Supartini, 58 tahun, caleg dari Partai Golkar dan Hastutik Widowati, 55
tahun, caleg PDIP. Penyidikan terhadap kedua tersangka dilakukan atas laporan
Panwaslu (panitia Pengawas Pemilu) Kabupaten Nganjuk, Baru dua bulan dilantik jadi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam, Aceh Jumadin, resmi ditetapkan sebagai
tersangka diduga memalsukan ijazah paket C yang digunakannya untuk mendaftar
sebagai calon legislatif dari Partai Hanura dalam pemilihan caleg lalu. itu baru sebagian yang saya ingat.
Terbongkarnya sebagian calon legislatif yang menggunakan
ijazah palsu tidak membuat gelombang kemarahan masyarakat meluap dan beringas
bahkan cenderung direspon dengan “nyegir kuda” dan diserahkan begitu saja
kepada Kepolisian Republik Indonesia.
Akan
tetapi saat Direktur
Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Agung Setya Imam Effendi
mengumumkan, bahwa di Bekasi telah terjadi pemalsuan “vaksin wajib” untuk Hepatitis,
BCG, dan Campak sejak tahun 2003 dengan
cara mencampur cairan infus dengan
vaksin tetanus.
Semua pihak kebakaran,
jenggot dari Presiden, Mentri Kesehatan sampai kepada Orangtua “galau” merasa
kecolongan dan ditipu, semua prihatin terhadap nasib kesehatan anak-anak yang
notabene generasi penerus bangsa, sekalipun Pemerintah melalui Kementerian
Kesehatanan mencoba menenangkan hati para orangtua yang jadi korban dengan
iming-iming bahwa vaksin palsu yang terlanjur disuntikkan, tidak akan berdampak
buruk dan akan diadakan imunisasi ulang secara gratis, tidak lantas membuat
hati orangtua tenang, mereka ramai-ramai “menyerang” rumah sakit yang pernah “menolongnya”
dengan komentar yang aneh-aneh serta menuntut macam-macam
Belum hilang rasa sakit yang diderita
oleh tindak kriminal pemalsuan, sudah dikejutkan lagi dengan kabar baru bahwa
Kartu AJBS Kesehatan juga dipalsu, membuat orang yang sudah menderita dan
memerlukan penanganan medis secara cepat, menjadi terbengkalai. Penderitaan mereka semakin bertambah antara
memikirkan keluarganya yang sakit dengan perasaan kecewa karena dirinya telah
ditipu, sungguh kejahatan yang tidak bisa disejajarkan hukumannya dengan pelaku
kejahatan kriminal biasa.
Walau di
Indonesia bukan negara islam, akan tetapi pertimbangan memberlakukan hukuman
berat bagi mereka pelaku kriminal berdampak massal perlu diberlakukan, kalau
saja pemalsu hadits yang mengacak-ngacak keyakinan dihukum mati ( kaum zindiq yang bernama Abdul Karim bin ‘Auja’ dihukum
mati oleh seorang penguasa Bashrah pada zaman khilafah Al-Mahdi pada tahun 160
H) mengapa mereka yang mengacak-ngacak jiwa dan raga manusia serta masa depan
bangsa harus dihukum ala KUHP tidak samakah dengan Pengedar Narkoba yang juga
merusak generasi penerus bangsa?
Hehehe kalau semua dipalsu mulai
dari ijazah,uang,makanan,obat-obatan sampai sumpahpun dipalsu, saya kok jadi
ingat kepada komentar Syekh Siti Jenar “wes palson kabeh”
(sudah palsu semua) saat merespon syariat yang diajarkan para wali, tetapi
sayangnya komentar Syekh Siti Jenar itu sampai sekarang dengan kita ditafsir
sebagai bentuk penolakan kepada kegiatan syariat sehingga pengikut-pengikutnya
banyak yang tidak melaksanakan syariat, padahal komentar itu dimaksudkan bahwa
syariat yang diajarkan oleh para wali sudah mulai mengarah kepada hal-hal yang
bersifat bidah (palsu), jadi yang ditolak oleh Syekh Siti Jenar bukan
Syariatnya melainkan reduksi atas syari’at itu sendiri.
Belive it or not, percaya atau tidak ternyata anggapan Syekh Siti Jenar itu terbukti, banyak
diantara kita suka melakukan ibadah-ibadah yang berdasarkan hadits-hadits palsu
yang penting mudah dilakukan,menguntungkan dan banyak temannya, sebut saja sebagian
kecil dari sekian banyak hadits palsu yang mati-matian kita pertahankan “Tidurnya
Orang Puasa Ibadah” belum lagi kegiatan-kegiatan berbau budaya yang dijadikan
agama yang tidak boleh kita sebut agar ukhuwah terjalin dengan bagusnya.
Kalau begitu berarti tidak
selamanya Palsu itu kita musuhi, sebab dalam suatu kesempatan kita menganggap
bahwa yang palsu itu lebih baik dibanding yang asli, seperti halnya Gigi Palsu,
adakah diantara kita yang sudah tidak bergigi lagi suka diganti dengan gigi
tambahan yang asli? Misalnya giginya orang yang mati kecelakaan? Kalau tidak ?
itulah gambaran kita yang sebenarnya.
*) Pimpinan Pusat dan Guru Besar Lembaga Dzikir Istiqomah
Kasabullah Indonesia
Subhanalloh walhamdulilla walailahaillalo huallo hu akbar trmksh guru
BalasHapusTerima kasih guru atas paparan ilmu pengetahuan tentang kepalsuan dan kepura puraan di kehidupan kita semoga ini semua bisa untuk wadah instrupeksi diri amiin bismillah
BalasHapusamin bismillah, sebenarnya setiap hamba yang menghendaki adanya perubahan dalam diri, tidak harus belajar dari pengalaman buruk yang pernah dialami, sebab keburukan yang dialami oleh orang lain bisa bernilai hikmah kalau kita mau mempelajarinya
HapusAlkhamdulillah ilmu yg diberikan guru tentang kepalsuan murid sangat senang,karena murid harus tavakur,intropeksi diri,tetapi rasa hati murid kepada guru tidak dapat dipalsukan.amin.
BalasHapussubhanallah, berbahagia sekali guru mendengar pengakuan murid bahwa ketulusan hati murid dalam menuntut ilmu kepada guru tidak bisa dipalsukan,karena itu memang menjadi dasar dalam menuntut ilmu yang bermanfaat di dunia akherat
BalasHapusTerima kasih Guru atas penjelasan dan ilmu yang diberikan
BalasHapus