Profil

Kamis, 28 Juli 2016

lebih baik yang palsu

P - A - L - S - U

 Oleh : YUDHISTIRA RIA,M.MPd*)

Cendawan di musim hujan, sangat pantas diistilahkan kepada hal-hal “palsu” yang terjadi di Indonesia, mulai dari Ijazah palsu,uang palsu,vaksin palsu sampai ke kartu AJBS palsu, sungguh suatu rentetan  peristiwa yang tidak bisa dipalsu lagi keasliannya.

Istilah “palsu” bukan barang anyar yang perlu kita promosikan agar cepat terkenal seperti halnya artis pendatang baru yang membuat sensasi, sebab sepeninggal Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam, hal-hal palsu itu merebak begitu hebatnya, dengan sebutan “maudhu’” atau “dhaif”.  Bedanya kalau di Indonesia yang disasar adalah Materi sedang pada masa pasca kenabian yang jadi target adalah aqidah yang dimotori oleh Kaum zindiq dan ilhad, Hammad bin Zaid rahimahullah pernah berkata,
وَضَعَت الزَّنَادِقَة عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرْبَعَة عَشَر أَلف حَدِيث
“Kaum zindiq telah memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam  sebanyak 14000 hadits palsu.” [Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah (hal. 604) dan Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]

Dalam kamus Besar Indonesia dijelaskan bahwa palsu/pal·su/ a 1.tidak tulen; tidak sah; lancung (tentang ijazah, surat keterangan, uang, dan sebagainya); 2. tiruan (tentang gigi, kunci, dan sebagainya);  3 gadungan (tentang polisi, tentara, wartawan, dan sebagainya);  4. curang; tidak jujur (tentang permainan dan sebagainya); 5. sumbang (tentang suara dan sebagainya);

Pejelasan Palsu dalam bahasa Indonesia masih bersifat umum dan terbuka bagi semua urusan dan kalangan sehingga siapa saja boleh memakai dan meminjamnya jadi tidak salah apabila ijasah,vaksin dan Kartu AJBS memakainya, sedang pengertian Palsu dalam hadits atau bahasa aslinya“maudhu”atau “dhaif”. Lebih bersifat khusus dan eksklusif yaitu sesuatu        yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara mengada-ada atau dusta, padahal beliau sama sekali tidak sabdakan, kerjakan, dan taqrir-kan.

Merebaknya istilah Palsu diawali dengan banyaknya calon legislatif disaat pesta Demokrasi Indonesia (pemilu 2014) sebut saja caleg DPRD Kabupaten Subang yang diusung partai PDI Perjuangan pada 2014 yakni Acah Siti Rokayah menggunakan ijazah Ilegal saat mendaftar sebagai Calon Legislatif, Dua caleg (calon legislatif) perempuan secara resmi dinyatakan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resort Nganjuk karena menggunakan ijazah palsu. Mereka adalah Siti Supartini, 58 tahun, caleg dari Partai Golkar dan Hastutik Widowati, 55 tahun, caleg PDIP. Penyidikan terhadap kedua tersangka dilakukan atas laporan Panwaslu (panitia Pengawas Pemilu) Kabupaten Nganjuk,  Baru dua bulan dilantik jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam, Aceh Jumadin, resmi ditetapkan sebagai tersangka diduga memalsukan ijazah paket C yang digunakannya untuk mendaftar sebagai calon legislatif dari Partai Hanura dalam pemilihan caleg lalu. itu baru sebagian yang saya ingat.

Terbongkarnya sebagian calon legislatif yang menggunakan ijazah palsu tidak membuat gelombang kemarahan masyarakat meluap dan beringas bahkan cenderung direspon dengan “nyegir kuda” dan diserahkan begitu saja kepada Kepolisian Republik Indonesia.

Akan tetapi saat Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Agung Setya Imam Effendi mengumumkan, bahwa di Bekasi telah terjadi pemalsuan “vaksin wajib” untuk Hepatitis, BCG, dan Campak  sejak tahun 2003 dengan cara  mencampur cairan infus dengan vaksin tetanus.
Semua pihak kebakaran, jenggot dari Presiden, Mentri Kesehatan sampai kepada Orangtua “galau” merasa kecolongan dan ditipu, semua prihatin terhadap nasib kesehatan anak-anak yang notabene generasi penerus bangsa, sekalipun Pemerintah melalui Kementerian Kesehatanan mencoba menenangkan hati para orangtua yang jadi korban dengan iming-iming bahwa vaksin palsu yang terlanjur disuntikkan, tidak akan berdampak buruk dan akan diadakan imunisasi ulang secara gratis, tidak lantas membuat hati orangtua tenang, mereka ramai-ramai “menyerang” rumah sakit yang pernah “menolongnya” dengan komentar yang aneh-aneh serta menuntut macam-macam

Belum hilang rasa sakit yang diderita oleh tindak kriminal pemalsuan, sudah dikejutkan lagi dengan kabar baru bahwa Kartu AJBS Kesehatan juga dipalsu, membuat orang yang sudah menderita dan memerlukan penanganan medis secara cepat, menjadi terbengkalai.  Penderitaan mereka semakin bertambah antara memikirkan keluarganya yang sakit dengan perasaan kecewa karena dirinya telah ditipu, sungguh kejahatan yang tidak bisa disejajarkan hukumannya dengan pelaku kejahatan kriminal biasa.

Walau di Indonesia bukan negara islam, akan tetapi pertimbangan memberlakukan hukuman berat bagi mereka pelaku kriminal berdampak massal perlu diberlakukan, kalau saja pemalsu hadits yang mengacak-ngacak keyakinan dihukum mati ( kaum zindiq yang bernama Abdul Karim bin ‘Auja’ dihukum mati oleh seorang penguasa Bashrah pada zaman khilafah Al-Mahdi pada tahun 160 H) mengapa mereka yang mengacak-ngacak jiwa dan raga manusia serta masa depan bangsa harus dihukum ala KUHP tidak samakah dengan Pengedar Narkoba yang juga merusak generasi penerus bangsa?

Hehehe kalau semua dipalsu mulai dari ijazah,uang,makanan,obat-obatan sampai sumpahpun dipalsu, saya kok jadi ingat kepada komentar Syekh Siti Jenar  “wes palson kabeh” (sudah palsu semua) saat merespon syariat yang diajarkan para wali, tetapi sayangnya komentar Syekh Siti Jenar itu sampai sekarang dengan kita ditafsir sebagai bentuk penolakan kepada kegiatan syariat sehingga pengikut-pengikutnya banyak yang tidak melaksanakan syariat, padahal komentar itu dimaksudkan bahwa syariat yang diajarkan oleh para wali sudah mulai mengarah kepada hal-hal yang bersifat bidah (palsu), jadi yang ditolak oleh Syekh Siti Jenar bukan Syariatnya melainkan reduksi atas syari’at itu sendiri.

Belive it or not, percaya atau tidak ternyata anggapan  Syekh Siti Jenar itu terbukti, banyak diantara kita suka melakukan ibadah-ibadah yang berdasarkan hadits-hadits palsu yang penting mudah dilakukan,menguntungkan dan banyak temannya, sebut saja sebagian kecil dari sekian banyak hadits palsu yang mati-matian kita pertahankan “Tidurnya Orang Puasa Ibadah” belum lagi kegiatan-kegiatan berbau budaya yang dijadikan agama yang tidak boleh kita sebut agar ukhuwah terjalin dengan bagusnya.
Kalau begitu berarti tidak selamanya Palsu itu kita musuhi, sebab dalam suatu kesempatan kita menganggap bahwa yang palsu itu lebih baik dibanding yang asli, seperti halnya Gigi Palsu, adakah diantara kita yang sudah tidak bergigi lagi suka diganti dengan gigi tambahan yang asli? Misalnya giginya orang yang mati kecelakaan? Kalau tidak ? itulah gambaran kita yang sebenarnya.

*) Pimpinan Pusat dan Guru Besar Lembaga Dzikir Istiqomah Kasabullah Indonesia

6 komentar:

  1. Subhanalloh walhamdulilla walailahaillalo huallo hu akbar trmksh guru

    BalasHapus
  2. Terima kasih guru atas paparan ilmu pengetahuan tentang kepalsuan dan kepura puraan di kehidupan kita semoga ini semua bisa untuk wadah instrupeksi diri amiin bismillah

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin bismillah, sebenarnya setiap hamba yang menghendaki adanya perubahan dalam diri, tidak harus belajar dari pengalaman buruk yang pernah dialami, sebab keburukan yang dialami oleh orang lain bisa bernilai hikmah kalau kita mau mempelajarinya

      Hapus
  3. Alkhamdulillah ilmu yg diberikan guru tentang kepalsuan murid sangat senang,karena murid harus tavakur,intropeksi diri,tetapi rasa hati murid kepada guru tidak dapat dipalsukan.amin.

    BalasHapus
  4. subhanallah, berbahagia sekali guru mendengar pengakuan murid bahwa ketulusan hati murid dalam menuntut ilmu kepada guru tidak bisa dipalsukan,karena itu memang menjadi dasar dalam menuntut ilmu yang bermanfaat di dunia akherat

    BalasHapus
  5. Terima kasih Guru atas penjelasan dan ilmu yang diberikan

    BalasHapus