ALLAH TIDAK ADIL ?
oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )
Bukan satu dua kali saja kita mendapat cibiran dari
mereka di luar islam yang dialamatkan kepada kita kaum muslimin dan muslimat,
bahwa Allah itu ternyata tidak adil. “
Katanya Tuhanmu itu adil, mana buktinya? Kalau memang benar beriman kepada
Tuhanmu harus melalui hidahyahNYA? Buktinya sampai saat ini saya tidak diberi
hidayah untuk menganut agama islam seperti yang kamu yakini, kalau begitu
tuhanMu itu tidak adil dong, yang tega membiarkan aku masuk neraka menurut
kitabmu di al Qur’an.... “ Itulah
sepenggal kalimat yang sangat akrab menggaung di gendang telinga, saat kita
mengadakan diskusi illegal di warung, di angkot, di pasar dan tidak jarang di
dalam ruang belajar.
Pertanyaan bernada sanggahan itu, kalau tidak dapat
kita jelaskan secara kongkrit dan ilmiah, akan membuat mereka yang awalnya
simpatik menjadi antipati. Bahkan sangat boleh jadi ujung-ujungnya justru akan menjadi bumerang bagi
keimanan kita sendiri, Bagaimana tidak ? toh kenyataannya memang begitu. Ntah
mereka menyengaja atau tidak? Yang jelas
kalau mereka bersungguh-sungguh, mengapa tidak bertanya langsung kepada ustat, kyai
dan pakar agama kok malah bertanya kepada kita-kita yang “ tung blantung”( istilah madura bagi pemuda pengangguran yang
tidak memikirkan nasibnya malah sukanya nongkrong) yang sangat hijau akan pengetahuan
agamanya, seandainya mereka bertanya kepada akhlinya, sekalipun jawabannya
belum tentu membuat mereka puas, setidaknya “uneg-uneg”
mereka dapat terakomudir dengan baik, Anehnya juga, walau kita sendiri sadar bahwa apa yang ditanyakan itu bener-benar
tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk menjawabnya. dengan pede-nya
kita tetep saja mencoba untuk
menjelaskan. Walau bukan peramal endingnya sudah bisa ditebak, masalahnya makin
berkembang sementara penyelesaiaannya tidak ada. Akibatnya mereka semakin ragu
untuk menganut agama islam. Mungkin dengan
alasan ini juga mengapa Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Alihi
Washallam berpesan “Tunggu saat kehancuranannya,
apabila amanat itu disia-siakan!” Para sahabat serentak bertanya, “Ya
Rasulullah, apa yang dimaksud menyia-nyiakan amanah itu?” Nabi SAW menjawab:
“Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya” (HR. Bukhari)
Sabda Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Alihi
Washallam tersebuat seakan mengingatkan kepada kita, bahwa kehancuran dimaksud
bukan saja berlaku bagi mereka yang ditangani, melainkan kehancuran itu akan
dirasakan juga oleh mereka yang menangani. Bagi yang ditangani menjadi korban
dan menanggung beban penderitaan, kerugian dan kesesatan sedang bagi yang
menangani menanggung beban moral berupa harcurnya
nama baik dan martabatnya sehingga tidak ada satupun yang mempercayai.
Ini
sekaligus peringatan bagi kita. agar tidak mudah terjebak oleh situasi dan kondisi yang sebenarnya kita tidak
tahu menahu tentang apa yang mereka maksudkan, memaksakan diri untuk mengatasi
masalah disaat kita benar-benar tidak punya pengetahuan tentangnya adalah suatu kesombongan. Sombong itu tidak harus “wah” karena ketakutan
yang terlalu jauh merupakan sombong yang sebenarnya, seperti takut dirinya
tidak diakui ke alimannya, kecerdasannya dan latar belakang pendidikannya. Padahal
sombong itu adalah selendang Allah, jadi apabila kita memakainya yang tunggu
saja kemarahan Allah, dengan berbagai konsekwensinya ya paling tidakAllah akan mencabut
martabat dan harga dirinya di hadapan Allah dan manusia "dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (krn
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dg angkuh. Sesungguhnya Allah
tdk menyukai org2 yg sombong lagi membanggakan diri" ( QS.Luqman:18) sebagai mana firman Allah SWT dalam salah satu
hadits qutsi, "Keagungan adalah
pakaianKu, kesombongan adalah selendangKu, barangsiapa yang mencabutnya dariKu
salah satu dari keduanya, maka Aku akan mengazabnya." (Hadits
Qudsi riwayat Abu Daud, Ibnu Majjah, Ahmad, dishahihkan oleh al-Albani)
Dua hal penting dalam
menyikapi kehidupan dan prikehidupan di dunia ini, utamanya menyikapi soal aqidah
atau keyakinan menganut agama. Dua hal pokok dimaksud adalah Takdir
dan Pilihan. Dengan penjelasan bahwa Kelahiran adalah Takdir sedang Agama
adalah Pilihan, kalau sudah jelas bahwa Agama merupakan pilihan sebagai
mana firman Allah “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama
(Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thagut
dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang(teguh) pada tali
yang yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendegar, Maha Mengetahui ( Al-Baqarah: 256 ). Bahkan dalam hukum positif Internasional PBB /18 the Universal Declaration of Human Rights menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan fikiran, hati nurani dan agama.
Dalam hak ini, termasuk berganti agama dan kepercayaan, kebebasan untuk
menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengerjakannya, mempraktikannya,
melaksanakan ibadah dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain, di muka umum maupun sendiri”. Begitu juga
dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
Lalu mengapa manusia menjadi sibuk dengan
mempermasalahkan soal hidayah, bahkan berani mengatakan Allah tidak adil ?
Bukankah bagi mereka yang telah menentukan pilihan agamanya, tidak bersikukuh
menyatakan bahwa agama yang baru saja dianutnya atas pilihannya sendiri. Itulah
yang dimaksud dengan bias hidayah / karunia Allah SWT, setelah manusia itu
menentukan pilihannya “sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa
apa yang pada diri mereka ” ( Qs. Ar Rad ayat 11) Yang berarti bukan Allah
yang tidak adil melainkan diri kita yang tidak memahami tentang keadilan Allah.
Bukan Allah yang tidak mau memberi hidayah, melainkan kita sendiri yang tidak
memahami jalan-jalan mendapat hidayah Allah.
Silahkan perhatikan kondisi obyektif di lapangan
statement mereka para Muallaf yang kita minta pendapatnya, mengapa kamu pindah
kenyakinan? Mereka rata-rata menjawab “Saya menjadi Muslim karena hidayah
Allah.” Begitu juga dengan seorang muslim yang masuk agama lain. mereka juga
memberi tanggapan yang sama “.....karena karunia Tuhan”. Jika pada keduanya mengaku
hidayah dan karunia Allah, masihkah kita berani bersikukuh bahwa agama yang
dianut merupakan pilihan pribadinya? Tentu saja tidak. Hidayah dan kehendak
Allah adalah ketetapan Allah yang sudah ditakdirkan sebelumnya. Sedang takdir
merupakan kausa prima Allah yang tidak boleh kita mentahkan dengan pertanyaan
dan pendapat apapun.“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu”. (QS. An-Nisa: 165)
Mendengar masih ada manusia yang “menggugat” Keadilan
Allah, saya kok ingat semasa kecil, saat mo berangkat tidur selalu diinabobokkan
oleh Abah dengan dongeng-dongeng budi pekerti, seperti salah satunya begini : “
pada suatu hari ada seorang pengembala yang sedang merebahkan tubuhnya di bawah
pohon beringin yang rindang untuk melepas rasa penat menjaga hewan ternaknya,
sambil merebah sorot matanya tertarik memperhatikan buah beringin yang amat
kecil bergelantungan di ranting pohon beringin yang besar dan rimbun, sesekali pandangannya mengitari alam
sekitarnya, sampai akhirnya sorot matanya terhenti kepada buah lawu yang amat
besar sementara pohonnya kecil merambat. Rupanya dua obyek yang sempat
dilihatnya itu telah membuat keimanannya terganggu, dalam benaknya mulai protes
seraya meragukan keadilan Allah, “ kata siapa Allah itu adil? Buktinya beringin
pohonnya besar sementara buahnya kecil, sedang lawu buahnya besar pohonnya
kecil. Jelas Allah itu tidak adil.....Allah tidak adil......Allah tidak adil
gumamnya, hingga terlelap tidur.
Tidak berapa lama kemudian, pengembala itu terperanjat
bangun, disebabkan hidungnya kejatuhan buah pohon beringin.......seketika
pengembala itu sujud syukur dan menangis meraung-raung menyesali pikiran
nakalnya yang telah menyebut Allah tidak adil.... “ampun ya Allah”. .... “ampun
ya Allah” .... “ampun ya Allah” Engkau
benar-benar Maha Adil, ............ Engkau Maha Adil...... Maha Adil. sendainya
buah pohon beringin itu sebesar buah lawu dan menimpa hidungku...mungkin
hidungku sudah hancur berantakan.........”
Itulah kehebatan pendahulu kita, yang selalu mengajak anak
keturunannya beriman kepada Allah Azze wejellah melalui cara-cara yang tidak
langsung. cukup dengan qiyas, cerita dan perumpamaan-perumpamaan atas apa saja yang
sudah dikenalnya dengan baik seperti binatang, buah-buahan, gunung, bulan
bintang dan semacamnya. Hasilnya luar biasa mengakar kuat dan tidak bisa
dipengaruhi oleh siapapun, apa rahasianya? Konsep pendahulu kita mengajari
bagaimana caranya bertafakkur sehingga sejalan dengan perkembangan phisik dan
psikisnya akan terus nalar, beda dengan metode masa kini pelafatan huruf
hijaiyah yang tidak tepat sesuai dengan makhraj dan tajwid sudah membuat
anak-anak kita sangat hina dan nista...dikatakan bodoh, malas dan
pangkat-pangkat yang tidak pantas lainnya, bahkan tidak sedikit yang disangsi
dengan hukuman fisik, Karena target pendidikannya hanya untuk bisa membaca Al
Quran saja, ya menjadi pantas apabila setelah dewasa walau pinter mengaji tetapi
kerap berbuat hal yang tidak terpuji.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Ya karena mereka sebatas
diberi pelajaran membaca huruf hijaiyah yang ada di Al Quran dan bukan membaca (
tafakkur ) alam semesta yang tersirat di Al Quran. Sehingga saat membahas
tentang hidayah dan keadilan Allah menjadi sangat miskin, padahal apa yang
kurang pada dirinya menghatamkan al Quran sering kali. Ya karena memang tidak
ada bekal tafakkur, akhirnya saat ada pertanyaan
yang aneh-aneh dari mereka di luar islam telah mampu menyeret keimanan kita
menjadi ikut-ikutan “mengiyakan” secara sir hatinya bahwa Allah itu tidak Adil,
Naudzubillah himindzaliq #allahmahaadil
Subhanallah walhamdulillah waalaillahailallah Allah Akhbar,,sungguh luar biasa atas tausiyah dan tambahan ilmu pengetahuannya,, Terimakasih GURU semoga menjadi pelajaran yang berharga bagi murid..... Amiin Bismillah.
BalasHapussubhanallah.... terima kasih tambahan ilmunya guru... #kasabullah.
BalasHapusSubhanalloh walhamdulilla walaila haillallo huallo huakbar trmksh guru atas tambahan ilmu ny amin bismillah.
BalasHapusSubhanallah walhamdulillah walaila haillallah wallahuakbar....trimakasih guru atas tambahan ilmu serta pemaparan tentang ilmu trsebut...
BalasHapusAmiin alkhamdulillah guru telah menanam dan memperkuaat keimanan murid dengan tausiahnya semoga menjadi tambahan ilmu bagi murid,allah maha pengasih dan penyayang,allah maha adil maha bijaksana,allah maha tau.amiin allah maha besar dari segala firmanya alkhamdulilah ilmu yg sangat berharga bagi murid trikasih guru amiin yarobal alamin.
BalasHapusAlhamdulillah terimakasih guru atas segala ilmu yang di sampaikan untuk kami semua sangat bermanfaat bagi kami
BalasHapusAlhamdulillah terimakasih guru atas segala ilmu yang di sampaikan untuk kami semua sangat bermanfaat bagi kami
BalasHapusTerimakasih Guru atas bimbingan nya .
BalasHapusTerimakasih Guru atas bimbingan nya .
BalasHapusSubhanallah. Baik Terimakasih guru atas pencerahannya
BalasHapusSubhanallah. Baik Terimakasih guru atas pencerahannya
BalasHapus