Profil

Selasa, 07 Juni 2016

ALLAH TIDAK ADIL ?

oleh :  R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )

Bukan satu dua kali saja kita mendapat cibiran dari mereka di luar islam yang dialamatkan kepada kita kaum muslimin dan muslimat, bahwa Allah itu ternyata tidak adil. “ Katanya Tuhanmu itu adil, mana buktinya? Kalau memang benar beriman kepada Tuhanmu harus melalui hidahyahNYA? Buktinya sampai saat ini saya tidak diberi hidayah untuk menganut agama islam seperti yang kamu yakini, kalau begitu tuhanMu itu tidak adil dong, yang tega membiarkan aku masuk neraka menurut kitabmu di al Qur’an.... “  Itulah sepenggal kalimat yang sangat akrab menggaung di gendang telinga, saat kita mengadakan diskusi illegal di warung, di angkot, di pasar dan tidak jarang di dalam ruang belajar.

Pertanyaan bernada sanggahan itu, kalau tidak dapat kita jelaskan secara kongkrit dan ilmiah, akan membuat mereka yang awalnya simpatik menjadi antipati. Bahkan sangat boleh jadi  ujung-ujungnya justru akan menjadi bumerang bagi keimanan kita sendiri, Bagaimana tidak ? toh kenyataannya memang begitu. Ntah mereka menyengaja atau tidak?  Yang jelas kalau mereka bersungguh-sungguh, mengapa tidak bertanya langsung kepada ustat, kyai dan pakar agama kok malah bertanya kepada kita-kita yang “ tung blantung”( istilah madura bagi pemuda pengangguran yang tidak memikirkan nasibnya malah sukanya nongkrong) yang sangat hijau akan pengetahuan agamanya, seandainya mereka bertanya kepada akhlinya, sekalipun jawabannya belum tentu membuat mereka puas, setidaknya “uneg-uneg” mereka dapat terakomudir dengan baik, Anehnya juga, walau kita sendiri  sadar bahwa apa yang ditanyakan itu bener-benar tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk menjawabnya. dengan pede-nya kita tetep saja  mencoba untuk menjelaskan. Walau bukan peramal endingnya sudah bisa ditebak, masalahnya makin berkembang sementara penyelesaiaannya tidak ada. Akibatnya mereka semakin ragu untuk menganut agama islam. Mungkin dengan alasan ini juga mengapa Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Alihi Washallam berpesan “Tunggu saat kehancuranannya, apabila amanat itu disia-siakan!” Para sahabat serentak bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud menyia-nyiakan amanah itu?” Nabi SAW menjawab: “Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya” (HR. Bukhari)

Sabda Rosulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Alihi Washallam tersebuat seakan mengingatkan kepada kita, bahwa kehancuran dimaksud bukan saja berlaku bagi mereka yang ditangani, melainkan kehancuran itu akan dirasakan juga oleh mereka yang menangani. Bagi yang ditangani menjadi korban dan menanggung beban penderitaan, kerugian dan kesesatan sedang bagi yang menangani menanggung beban moral berupa harcurnya nama baik dan martabatnya sehingga tidak ada satupun yang mempercayai.

Ini sekaligus peringatan bagi kita. agar tidak mudah terjebak oleh  situasi dan kondisi yang sebenarnya kita tidak tahu menahu tentang apa yang mereka maksudkan, memaksakan diri untuk mengatasi masalah disaat kita benar-benar tidak punya pengetahuan  tentangnya adalah suatu kesombongan.  Sombong itu tidak harus “wah” karena ketakutan yang terlalu jauh merupakan sombong yang sebenarnya, seperti takut dirinya tidak diakui ke alimannya, kecerdasannya dan latar belakang pendidikannya. Padahal sombong itu adalah selendang Allah, jadi apabila kita memakainya yang tunggu saja kemarahan Allah, dengan berbagai konsekwensinya ya paling tidakAllah akan mencabut martabat dan harga dirinya di hadapan Allah dan manusia "dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (krn sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dg angkuh. Sesungguhnya Allah tdk menyukai org2 yg sombong lagi membanggakan diri" ( QS.Luqman:18)  sebagai mana firman Allah SWT dalam salah satu hadits qutsi, "Keagungan adalah pakaianKu, kesombongan adalah selendangKu, barangsiapa yang mencabutnya dariKu salah satu dari keduanya, maka Aku akan mengazabnya."  (Hadits Qudsi riwayat Abu Daud, Ibnu Majjah, Ahmad, dishahihkan oleh al-Albani)

Dua hal penting dalam menyikapi kehidupan dan prikehidupan di dunia ini, utamanya menyikapi soal aqidah atau keyakinan menganut agama. Dua hal pokok dimaksud adalah  Takdir dan Pilihan. Dengan penjelasan bahwa Kelahiran adalah Takdir sedang Agama adalah Pilihan, kalau sudah jelas bahwa Agama merupakan pilihan sebagai mana firman Allah “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),  sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang(teguh) pada tali yang yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendegar, Maha Mengetahui ( Al-Baqarah: 256 ). Bahkan dalam hukum positif Internasional PBB /18 the Universal Declaration of Human Rights menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan fikiran, hati nurani dan agama. Dalam hak ini, termasuk berganti agama dan kepercayaan, kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengerjakannya, mempraktikannya, melaksanakan ibadah dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri”.  Begitu juga dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Lalu mengapa manusia menjadi sibuk dengan mempermasalahkan soal hidayah, bahkan berani mengatakan Allah tidak adil ? Bukankah bagi mereka yang telah menentukan pilihan agamanya, tidak bersikukuh menyatakan bahwa agama yang baru saja dianutnya atas pilihannya sendiri. Itulah yang dimaksud dengan bias hidayah / karunia Allah SWT, setelah manusia itu menentukan pilihannya “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” ( Qs. Ar Rad ayat 11) Yang berarti bukan Allah yang tidak adil melainkan diri kita yang tidak memahami tentang keadilan Allah. Bukan Allah yang tidak mau memberi hidayah, melainkan kita sendiri yang tidak memahami jalan-jalan mendapat hidayah Allah.

Silahkan perhatikan kondisi obyektif di lapangan statement mereka para Muallaf yang kita minta pendapatnya, mengapa kamu pindah kenyakinan? Mereka rata-rata menjawab “Saya menjadi Muslim karena hidayah Allah.” Begitu juga dengan seorang muslim yang masuk agama lain. mereka juga memberi tanggapan yang sama “.....karena karunia Tuhan”. Jika pada keduanya mengaku hidayah dan karunia Allah, masihkah kita berani bersikukuh bahwa agama yang dianut merupakan pilihan pribadinya? Tentu saja tidak. Hidayah dan kehendak Allah adalah ketetapan Allah yang sudah ditakdirkan sebelumnya. Sedang takdir merupakan kausa prima Allah yang tidak boleh kita mentahkan dengan pertanyaan dan pendapat apapun.“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu”. (QS. An-Nisa: 165)

Mendengar masih ada manusia yang “menggugat” Keadilan Allah, saya kok ingat semasa kecil, saat mo berangkat tidur selalu diinabobokkan oleh Abah dengan dongeng-dongeng budi pekerti, seperti salah satunya begini : “ pada suatu hari ada seorang pengembala yang sedang merebahkan tubuhnya di bawah pohon beringin yang rindang untuk melepas rasa penat menjaga hewan ternaknya, sambil merebah sorot matanya tertarik memperhatikan buah beringin yang amat kecil bergelantungan di ranting pohon beringin yang besar dan  rimbun, sesekali pandangannya mengitari alam sekitarnya, sampai akhirnya sorot matanya terhenti kepada buah lawu yang amat besar sementara pohonnya kecil merambat. Rupanya dua obyek yang sempat dilihatnya itu telah membuat keimanannya terganggu, dalam benaknya mulai protes seraya meragukan keadilan Allah, “ kata siapa Allah itu adil? Buktinya beringin pohonnya besar sementara buahnya kecil, sedang lawu buahnya besar pohonnya kecil. Jelas Allah itu tidak adil.....Allah tidak adil......Allah tidak adil gumamnya, hingga terlelap tidur.

Tidak berapa lama kemudian, pengembala itu terperanjat bangun, disebabkan hidungnya kejatuhan buah pohon beringin.......seketika pengembala itu sujud syukur dan menangis meraung-raung menyesali pikiran nakalnya yang telah menyebut Allah tidak adil.... “ampun ya Allah”. .... “ampun ya Allah” .... “ampun ya Allah”  Engkau benar-benar Maha Adil, ............ Engkau Maha Adil...... Maha Adil. sendainya buah pohon beringin itu sebesar buah lawu dan menimpa hidungku...mungkin hidungku sudah hancur berantakan.........”

Itulah kehebatan pendahulu kita, yang selalu mengajak anak keturunannya beriman kepada Allah Azze wejellah melalui cara-cara yang tidak langsung. cukup dengan qiyas, cerita dan perumpamaan-perumpamaan atas apa saja yang sudah dikenalnya dengan baik seperti binatang, buah-buahan, gunung, bulan bintang dan semacamnya. Hasilnya luar biasa mengakar kuat dan tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun, apa rahasianya? Konsep pendahulu kita mengajari bagaimana caranya bertafakkur sehingga sejalan dengan perkembangan phisik dan psikisnya akan terus nalar, beda dengan metode masa kini pelafatan huruf hijaiyah yang tidak tepat sesuai dengan makhraj dan tajwid sudah membuat anak-anak kita sangat hina dan nista...dikatakan bodoh, malas dan pangkat-pangkat yang tidak pantas lainnya, bahkan tidak sedikit yang disangsi dengan hukuman fisik, Karena target pendidikannya hanya untuk bisa membaca Al Quran saja, ya menjadi pantas apabila setelah dewasa walau pinter mengaji tetapi kerap berbuat hal yang tidak terpuji.


Mengapa hal itu bisa terjadi? Ya karena mereka sebatas diberi pelajaran membaca huruf hijaiyah yang ada di Al Quran dan bukan membaca ( tafakkur ) alam semesta yang tersirat di Al Quran. Sehingga saat membahas tentang hidayah dan keadilan Allah menjadi sangat miskin, padahal apa yang kurang pada dirinya menghatamkan al Quran sering kali. Ya karena memang tidak ada bekal tafakkur,  akhirnya saat ada pertanyaan yang aneh-aneh dari mereka di luar islam telah mampu menyeret keimanan kita menjadi ikut-ikutan “mengiyakan” secara sir hatinya bahwa Allah itu tidak Adil, Naudzubillah himindzaliq #allahmahaadil 

11 komentar:

  1. Subhanallah walhamdulillah waalaillahailallah Allah Akhbar,,sungguh luar biasa atas tausiyah dan tambahan ilmu pengetahuannya,, Terimakasih GURU semoga menjadi pelajaran yang berharga bagi murid..... Amiin Bismillah.

    BalasHapus
  2. subhanallah.... terima kasih tambahan ilmunya guru... #kasabullah.

    BalasHapus
  3. Subhanalloh walhamdulilla walaila haillallo huallo huakbar trmksh guru atas tambahan ilmu ny amin bismillah.

    BalasHapus
  4. Subhanallah walhamdulillah walaila haillallah wallahuakbar....trimakasih guru atas tambahan ilmu serta pemaparan tentang ilmu trsebut...

    BalasHapus
  5. Amiin alkhamdulillah guru telah menanam dan memperkuaat keimanan murid dengan tausiahnya semoga menjadi tambahan ilmu bagi murid,allah maha pengasih dan penyayang,allah maha adil maha bijaksana,allah maha tau.amiin allah maha besar dari segala firmanya alkhamdulilah ilmu yg sangat berharga bagi murid trikasih guru amiin yarobal alamin.

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah terimakasih guru atas segala ilmu yang di sampaikan untuk kami semua sangat bermanfaat bagi kami

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah terimakasih guru atas segala ilmu yang di sampaikan untuk kami semua sangat bermanfaat bagi kami

    BalasHapus
  8. Terimakasih Guru atas bimbingan nya .

    BalasHapus
  9. Terimakasih Guru atas bimbingan nya .

    BalasHapus
  10. Subhanallah. Baik Terimakasih guru atas pencerahannya

    BalasHapus
  11. Subhanallah. Baik Terimakasih guru atas pencerahannya

    BalasHapus