Profil

Kamis, 16 Juni 2016

LEBIH BAIK MELIHAT 1 KALI DARIPADA MENDENGAR 1000 KALI

闻不如一见,百见不如一
bǎi wén bù rú yī jiàn, bǎi jiàn bù rú yī gān
By. Yudhistira Ria, M.MPd/Pimp.pusat-Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia/juni,16.2016


Menjalani roda kehidupan acapkali mengalir begitu saja, tanpa ada inisiatif untuk mencari tahu nilai dan makna sebenarnya atas apa yang kita ikuti dan jalani, baik dengan cara menelaah, mengkaji maupun mengevaluasi. Bahkan kalau perlu diadakan tesis ilmiah sesuai dengan disiplin ilmu yang terintegrasi. Agar nantinya diakhir cerita tidak dijadikan sumber inspirasi dagelan seperti acara di transtv bergenri  Dr. OZ, yang intinya berusaha menguak dan membuktikan ikhtisar kebenaran  atas sangkaan masyarakat terhadap suatu tradisi yang bergaransi ratusan tahun dengan model kusiuner “ mitos atau fakta.  Penyerapan Informasi dan Penerapan Tradisi berbau religi yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kita terus terjaga dengan rapinya melalui pemberdayaan kultur di pondok pesantren. Apakah itu suatu pilihan dan tindakan  buruk ? Jawabannya “tidak” dengan catatan kalau yang dipertahankan itu, menyangkut masalah Syariah, akan tetapi apabila menyangkut soal Fiqih, bisa saja dikaji ulang  melalui beberapa literatur ilmiah yang tingkat kebenarannya tidak diragukan lagi.
Kata syarî’ah
Syarî’ah merupakan kata kerja syara’a yang mempunyai beberapa difinisi diantaranya Nahaja (menempuh), atau Awdhaha (menjelaskan) atau bayyan-al masâlik (menunjukkan jalan). Sedangkan ungkapan syara’a lahum-yasyra’u- syar’an artinya adalah  sanna  (menetapkan). Atau bisa juga diasumsikan para pengikut mazhab dan tharîqah mustaqîmah ( jalan yang lurus) dari semua pendekatan dimaksud akhirnya para ulama menggunakan istilah syarîah sebagai aturan agama yang ditetapkan oleh Allah Swt yang bersumber pokok dari wahyu ilahi dan atau atas kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari wahyu Allah SWT untuk mengakomodasi kebutuhan batin manusia sekaligus mencukupi kebutuhan  lahiriah manusia dengan istilah ibadah " Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku “ ( Qs. Adz-Dzaariyaat ayat 56 ) bagi yang melanggar atas hukum-hukum yang sudah Allah tetapkan sanksinya adalah dosa yang akan ditunjukkan di yaumul mahsyar berupa siksa atau hidup abadi di neraka. Walau tidak dipungkiri terkadang siksa-siksa itu sudah mulai dirasakan secara tidak langsung saat hidup di dunia.
Pengertian Fiqih
Fiqih secara pengertian bahasa adalah ‘paham’, atau  pengetahuan ikhwal hukum-hukum atau aturan yang berkaitan dengan perbuatan berdasar dari hasil pemikiran, kebiasaan dan pendapat dari para mukallaf (akhli agama) yang disandarkan kepada dalil-dalilnya yang terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta berupa ijma’ dan ijtihad. Sehingga menjadi jelas antara pengetahuan dan kedudukan hukum wajib, sunnah, haram, makruh, mubah serta hukum syari’at dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat, rukun, kewajiban atau sunnah.  Bagi mereka yang  melanggar atas hukum positif konvesional yang dirancang, disusun dan ditetapkan oleh para Mukallaf / Ulama. Sanksinya bisa berupa dosa kepada Allah SWT, Apabila hukum yang dilanggar tersebut sesuai dan berkesuaian dengan syariah, akan  tetapi apabila tidak sesuai atau berkesesuaian dengan ketetapan Allah, maka sanksinya bisa berupa moral yaitu dengan merasa terposisinya kehidupanya di masyarakat menjadi terasing. Bahkan pelanggar Fiqih itu kalau hidup di wilayah khusus seperti Aceh yang menggunakan hukum islam maka hukumannya tidak cukup sebatas moral melainkan juga hukum berupa phisik bisa dengan jalan dicambuk atau dirajam yang pelaksanaan dieksekusinya dihadapan khalayak ramai.

Itulah salah satu alasan mengapa saya masih memberi lampu kuning, kepada sistem kultural (to be continued) ala pondok pesantren, masih  ada catatan istilah baik,  kalau sesuai syariah? Maksudnya hanya sebagai ungkapan rasa kekhawatiran biasa,   yang dimungkinkan masih memberlakukan pelaksanaan ibadah yang bersebrangan dengan  syariah (ketetapan Allah dan Rosulnya) atau istilah fulgarnya bid’ah, sedang bidah itu dosa, sedang dosa itu siksa, sedang siksa itu adalah neraka. “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim) Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim )

Pemahaman tentang istilah “ lebih baik melihat satu kali, dibanding mendengar 1000 kali”  rupaya telah menjadi kebanggaan bagi generasi muda sehingga hampir setiap masalah yang bersifat “ abu-abu” selalu ingin dibuktikan dengan indra penglihatan. Sebut saja soal “ Dua Kalimah Syahadat “ mereka berargumen “kalau syahadat kepada Allah SWT saya percaya karena saya bisa “melihat” langsung dengan adanya alam semesta, tetapi bersyahadat kepada Rosulullah bagaimana bisa? Boro-boro liat orangnya fotonya saja belum pernah”. Itulah akibat dari penafsiran suatu filsafat atau istilah yang tidak bisa direspon dengan baik karena distandarkan dengan pemahamannya sendiri. Padahal tidak semua pembuktian itu melaui pandangan mata, ada bagian-bagian yang secara spesifikasi melalui jalurnya masing-masing dalam membuktikan tingkat kebenarnnya, bunyi dengan telinga, rasa dengan lidah, angin/hawa dengan kulit dan religi dengan akal. Dengan begitu berarti bukan menjadi salah dan dosanya orang yang membuat istilah / filsafat “ lebih baik melihat satu kali, dibanding mendengar 1000 kali” melainkan salah kita sendiri yang tidak mempunyai nalar yang mumpuni, Kanjeng Sunan Kalijaga, pernah menggunakan istilah itu ketika rakyatnya terjangkiti badai fitnah atau issu membicarakan Syekh Siti Jenar, akhirnya beliau mengambil kebijakan, agar rayatnya berhenti membicarakan syekh Siti Jenar dengan istilah tersebut, dan hasilnya luar biasa. fitnah itu mendadak terhenti. Memang dimasa itu sedang ramai- ramainya fitnah atas sepak terjang Syekh Siti Jenar, orang yang mau bercerita keadaan sebenarnya tidak mungkin, karena semua pada takut mendekati padepokan Syekh Siti Jenar, sementara rasa penasaran terus mengalir, akhirnya satu-satunya cara mengarang cerita / fitnah.
Untuk menjelaskan “lebih baik melihat satu kali, dibanding mendengar 1000 kali” saya merasa perlu meminjam filsafat China kuno pada masa dinasti Han, Zhao Chong mengatakan “ bǎi wén bù rú yī jiàn, bǎi jiàn bù rú yī gān “ yang sekaligus saya jadikan judul, artinya kira-kira seperti ini Dalam mempelajari sesuatu, akan lebih mudah bila kita mempraktikan daripada banyak mendengar / membaca teorinya’’ penjelasan itu telah mengarahkan kita kepada peningkatan kepahaman, bahwa yang dimaksud melihat itu bukan sekedar interprestasi dari bahasa objek melainkan suatu makna subyek yang ditarget menjadi objek. Maksudnya yang didengar itu menjadi substansi atau objek utama berupa ilmu / teori sifatnya abstak (ghoib) tidak telihat dengan mata melainkan akal, baru setelah diaplikasikan dalam bentuk nyata / praktik. Dengan sendirinya  yang semula berbentuk abstrak  / ghoib berubah menjadi nyata berupa material / fisikal (dapat dilihat) dengan mata telanjang. Kalau kita perhatikan sesungguhnya falsafah China tersebut tidak terlepas dari wahyu Allah SWT ”Yaitu bagi orang yang mendengarkan perkata’an lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. ( QS. Az-Zumar Ayat : 17 – 18).
Dengan begitu kita bisa berasumsi kalau Al Quran yang merupakan wahyu Allah SWT sifatnya (ghoib) karena masih berwujud (hudan) petunjuk, teori, ilmu pengetahuan dan baru bisa dilihat nyata setelah kita jadikan amal sholeh, sebagaimana firman Allah ”Yaitu bagi orang yang mendengarkan perkata’an lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Az-Zumar Ayat : 17 – 18). Itulah kandungan  rahasia yang dimaksud “Daripada mendengar seribu kali atau ribuan kali sedang Al Quran sendiri terdiri dari 6666 ayat atau kali, Subhanallah sekarang menjadi jelas, kalau Al Quran yang kita dengar melalui dibaca sendiri atau dibacakan orang lain tidak satupun bermakna baik bagi kita, terkecuali dari sekian banyak yang kita dengar itu ada satu  atau lebih yang kita tindaklanjuti dengan amal perbuatan / amal sholeh. dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS An Najm ayat 39). Kita berhadap di bulan yang penuh margfiroh dan berokah ini yang hampir di setiap penjuru berkumandang ayat-ayat suci Al Qur’an melalui saudara-saudara kaum muslimin yang bertadarrus di langgar, surau,mushollah dan masjid dapat kita dengar dengan baik, kemudian kita amalkan.#mukjizatalquran  


5 komentar:

  1. Subhanalloh walhamdulilla walailahaillalo huallohuakbar

    BalasHapus
  2. Subhanallah walhamdulillah wala ilahaillallah wallahuakbar....trimakasih guru atas tambahan ilmunya..

    BalasHapus
  3. Alkhamdulillah dengan tambahan ilmunya guru,amiin yarobal allamin trimakasih guru.

    BalasHapus
  4. Terimakasih Guru atas pencerahannya.bismillah murid dapat mengamalkannya.Amin

    BalasHapus