GAIRAH MALAM PERTAMA
Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar
Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )
SUDAH menjadi ketetapan umum, utamanya para “pencari
cinta” bahwa malam pertama adalah malam yang sangat menggairahkan dan yang
paling diimpikan datangnya, sekalipun sampai saat ini belum ada satu orangpun
yang berani menyatakan sebagai pembuat keputusan dan menetapkan bahwa malam
pertama aturannya harus dilaksanakan seperti layaknya aturan-aturan yang
terkandung maksud dalam Perda, Permen, Perpu,Tap MPR, Kepres dan semacamnya.
Dengan tidak adanya orang yang bertanggungjawab atas
ketetapan malam pertama, bukan berarti menjadi suatu kerugian dan masalah bagi
kita, justru dengan tidak bertuannya
aturan tersebut berarti kita punya
banyak peluang dan kesempatan menjadi pembuat keputusan, bahkan kita juga tidak
takut untuk melakukan pelanggaran, karena ini aturan siapa? Milik siapa...? “masalah buat.....lho?
Akibat tidak dimilikinya ketetapan hukum yang jelas, akhirnya
para pencari Cinta menggunakan hak priogratifnya untuk
melampiaskan “syahwatnya” sesuai dengan apa yang terbenak dalam alam pikirnya,
ada yang cukup di rumah saja, ada yang memilih pergi ke tempat-tempat wisata
yang terkenal, ada yang memboking hotel berbintang, bahkan ada yang memilih di
alam-alam terbuka seperti di hutan belantara yang gelap gulita dan menakutkan, semata-mata
hanya untuk memanjakan gairah cintanya pada wanita, sungguh luar biasa
kesibukan mereka.
Hal yang sama juga tidak luput dari tingkah polah para
pencari cinta kepada Allah Ta’ala, yang begitu bergairah untuk segera
melampiaskan syahwat “rubiyahnya” dalam malam pertama bulan puasa Ramadhan 1437
H, ada yang memilih mudik ke tempat asal berpuasa bersama keluarga besar, ada
yang membanjiri pantai-pantai melihal hilal, ada yang beritiqob di masjid istiqlal,
ada yang membanjiri mall merebut pakaian dan makanan yang diobral, ada yang
keliling meminta maaf agar puasanya menjadi halal, ada yang memilih mejeng di sepanjang
jalan beraspal. Akibat sibuknya mencari malam pertama akhirnya lupa kepada
hukum dan syarat bagaimana caranya agar puasanya menjadi halal. Saat semua
kelelahan dan kembali kerumah masing-masing diawalinya puasa itu dengan makan
syahur kemudian terlelap tidur di kasur. Sungguh sangat merugi bagi mereka yang
tidak bertafakkur, karena puasa yang akan dilakukan hanya akan membuat amal puasanya
tersungkur dan tidak bisa dipertanggungjawabkan setelah dibangkitkan dari alam
kubur.
Kebiasaan melaksanakan puasa semacam itu akan terus
diulang ulang, sekalipun usia kita sudah uzur, tanpa kita berusaha untuk mencari
tahu bagaimana caranya agar ibadah puasa yang kita lakukan menjadi mabrur.
Kita kupas soal niat saja, sudah mengundang banyak benturan,
belum lagi menyoal saat kapan yang tepat untuk mengawali puasa, mengingat
orang-orang di atas yang kita panuti ikut-ikutan “bertengkar” berdasar hisab
dan hilal. Kehancuran informasi yang tidak jelas itu telah membangun opini umat
islam pecah seribu, yang berada di barisan organisasi membela mati-matian
keputusan organisasinya dan mengenyampingan hukum-hukum positif dalam pelaksanaan
ibadah puasa yang sebenarnya yaitu menahan hawa nafsu /amarah. Sedang umat yang
tidak punya panyung hukum baik organisisasi maupun bendera, lebih memilih berinisiatif
sendiri mengambil keputusan yang sangat sembrono “yang penting berpuasa”, dan “yang
penting kalau ada lebaran lebih cepat saya akan mengikutinya“, dengan dalih
kalau lebaran itu benar, kemudian kita tetap melaksanakan puasa berarti kita
telah melakukan keharaman sedang haram itu dosa sedang dosa itu siksa sedang
siksa itu neraka.
“Dua hari ini adalah hari yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
larang untuk berpuasa di dalamnya yaitu Idul Fithri, hari di mana kalian
berbuka dari puasa kalian. Begitu pula beliau melarang berpuasa pada hari
lainnya, yaitu Idul Adha di mana kalian memakan hasil sesembelihan kalian.”
(HR. Bukhari )
Kenapa mesti masalah lebarannya saja
yang menjadi target kehati-hatian kita? Toh difinisi haram itu sama dengan
terlarang, sehingga seandainya disanksi pastilah sanksinya soal pelanggaran itu
saja, karena tidak ada sangsi yang membias misalnya jadi kafir dan semacamnya. Justru
penentuan awal puasa itu jauh lebih penting, karena dalam bulan ramadhan itu
ada “doorprize” dari Allah yang sangat luar yaitu malam lailatul qodar atau
malam 1000 bulan atau selama 83 tahun kehidupan kita akan dijamin dengan
ampunan dan berkah. firman Allah SWT dalam kitab
suci al quran dalam surat al Qadr ayat 1-3:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam lailatul qadar itu? Malam lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu malam. Maksudnya Cuma gara-gara sehari (semalam) yang tepat bisa menjamin kehidupannya hingga 83 tahun, subhanallah itu sama halnya seorang mahasiswa miskin yang punya cita-cita tinggi, tiba-tiba ditawari beasiswa kuliah ke luar negeri, yang terbayang dalam benaknya pastilah akan difasilitasi akomodasinya hingga cita-citanya tercapai.
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam lailatul qadar itu? Malam lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu malam. Maksudnya Cuma gara-gara sehari (semalam) yang tepat bisa menjamin kehidupannya hingga 83 tahun, subhanallah itu sama halnya seorang mahasiswa miskin yang punya cita-cita tinggi, tiba-tiba ditawari beasiswa kuliah ke luar negeri, yang terbayang dalam benaknya pastilah akan difasilitasi akomodasinya hingga cita-citanya tercapai.
Kalau
kita memahami bahwa Allah akan turunkan Malam lailatur qodar pada malam-malam
ganjil dari A’isyah radhiallahu
‘anha berkata, “Adalah
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam beri’tikaf
disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda,
تحروا (و في روية:
التمسوا) ليلة لقدر في (الوتر من) العشر الأواخر من رمضان
“Carilah
malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.”
Pertanyaan
kita sederhana saja, lalu bagaimana dengan mereka yang menentukan Awal puasanya
yang keliru dengan yang sebenarnya? Bisa jadi ganjilnya mereka genapnya yang benar
begitu seterusnya. Kalau sudah kacau begitu tidak usah heran, toh Allah selalu
berpesan “Allah suka kepada kebaikan yang diawali dengan kebaikan” innallaha
toyyibi minal toyyib. Maksudnya agar salah satunya tidak terjadi seperti itu. Saya
bukan bermaksud mengajak berhati-hati terhadap penentuan saat awal puasa
melainkan hanya ini berpesan, agar kita bisa memperhatikan :
Sekalipun
kekedar niat, tapi dengan prosesi niat yang salah dapat meluluh lantakkan nilai-nilai
ibadah yang akan kita lakukan utamanya dalam melaksanakan ibadah puasa, Niat adalah rukun berpuasa sebagaimana pada seluruh
ibadah. Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya setiap
amalan itu (syah atau tidaknya) tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan
mendapatkan apa yang dia niatkan.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin
Al-Khaththab)
“Barangsiapa
yang tidak memalamkan niatnya sebelum terbitnya fajar maka tidak ada puasa
baginya.” ( HR. Abu Daud, At-Tirmizi
An-Nasai dan Ibnu Majah )
Ada
beberapa kritera niat puasa, diantaranya kalau mengacu kepada mashab Imam Syafii,
ada niat di awal puasa dan ada niat dalam kesehariannya, kalaupun ada yang
menjelaskan bahwa niat puasa cukup satu kali saja yaitu saat mengawali itupun juga
jangan dimusuhi sebab mereka menggunakan mashab Imam Maliki atau
kalangan fuqaha dari Al-Malikiyah menyakini tuntunan melafalkan niat tiap
harinya tidak ada dalil nashnya justru secara pendekatan nash lebih mengena
disebabkan dalam ayat Al-Quran, menjelaskan satu kali perintah niat puasa dalam
satu bulan
…Siapa yang menyaksikan bulan
(Ramadhan) itu hendaklah dia berpuasa…(QS. Al-Baqarah: 185)
Dengan pengertian bahwa bulan adalah ism untuk sebuah rentang waktu sehingga tidak
dimaksudkan perintah itu terpotong-potong.
Jangan bingung.....itu masalah beliau (para
imam mashab), kanapa kita mesti membuat perkara baru dengan meragukan pilihan
mashab yang sudah kita tentukan, lalu ada apa kok sepertinya kita yang terbaik?
Sehingga mashab-mashab yang lain dikafiri dan dimusuhi? Biarkan saja mereka
memilih jalan-jalannya sendiri, toh yang begitu juga mendapat rekom dari Allah
SWT “ Maka
barangsiapa menghendaki, maka dia mengambil jalan menuju
Rabb-Nya" ( Qs. An-Naba ayat 39 )
Rabb-Nya" ( Qs. An-Naba ayat 39 )
Bukan malam pertama melainkan malam terakhir yang perlu bergairah
Puasa kita memang bukan puasanya Rosulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Alihi Wasallam, yang bersemangat dan bergairah di awal-awal bulan puasa Ramadhon,
bahkan tidak sedikit yang begadang di mushollah guna melakukan kegiatan ibadah
dari sholat malam,dzikir,doa dan tadarrus, setelah itu merangsur semangat dan
gairahnya bahkan ada yang lumpuh sama sekali, sibuk mengecat rumah, sibuk
memilih pakaian, sibuk membuat kuwe, sibuk paketing souvenir/parsel dan sibuk
rencanakan mudik dengan mencari sewaan mobil ke rental-rental untuk sekedar
gaya?
Walau kita bukan Rosulullah Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam tapi mau tidak mau kita adalah ummatnya
yang terikat erat secara moral yang pada saat kiamat nanti kita mohon uluran
tangannya agar mensafaati kita berdomisi di alam surga, kalau begitu setidaknya
kita ambil hati dengan mengimbangi apa yang beliau maksud dan contohkan di
akhir Ramadhan lebih dari hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam
hadits,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi
kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim) bukan itu saja Rosulullah
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam
Mengajak kita dengan memperbanyak
ibadahnya disaat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Bahkan untuk mewujudkan maksud
tersebut Rosulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam sampai-sampai
menjauhi istri-istrinya dari berhubungan intim seraya mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk
melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah
mengatakan,
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya
(untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam
tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Subhanallah, kita berharap Allah menghadiahi keteladanan beliau kepada kita
sekalian, agar kita menjadi hamba-hamba yang beruntung.
Selamat menunaikan ibadah puasa 1437
H dengan pernuh marfiroh dan berokah, amin #dakwahislamiyahkasabullah
subhanallah... terima kasih ulasannya guru...
BalasHapussesungguhnya setiap apapun dapat kita ulas secara fair dan terbuka, tapi sayangnya orang lain kurang suka apabila kita berkata jujur.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSubhanallah walhamsulillah wa ilahaillalla wallahuakbar. Trimakasih guru ataas tambahan ilmunya...
BalasHapusWalau kekayaan Allah membuat kita tampak miskin sekali, bukan berarti kita harus tampak jahat atas rakhman rakhimnya Allah
HapusSubhanalloh walhamdulilla walailahaillalo huallo huakbar trmksih guru atas tmbahan ilmunya.
BalasHapusmemahami makna hidup, tidak cukup selesai dengan satu kali tafakkur, sebab allah yang maha kaya memberi waktu kepada kita untuk mentafakkurinya, sekalipun tidak akan pernah ada yang berhasil secara korum karena usia kita terbatas,
HapusSubhanalloh Alhamdulillah,sy ucapkan terimakasih yg sebesar besarnya kepada boskasabullah mau yg membagi ilmunya sayajd paham masalah ibadah puasa
BalasHapusTerimakasih banyak bos kasabullah yg membagi kan ilmunya alhamdulillah dapat tambahan ilmu
BalasHapusguru harap murid semakin hari semakin memahami makna hidup, dengan mengikuti jalan-jalan tafakkur secara berkala di media sosial.............
BalasHapusSubhanallah, kami berharap Allah menghadiahi keteladanan nabi Muhammad saaw kepada kami, agar kami menjadi hamba-hamba yang beruntung . Amin bismillah
BalasHapusBerharap mendapat hadiah tanda orang berakal, sedang berkhayal dapat hadiah tanpa bekal. sungguh tidak masuk akal (yudhistira ria)#falsafahhidup
HapusSubhanallah,terima kasih guru atas segala ilmu dan bimbinganya murid bisa jadi ngerti makna puasa dan lailatul qodar semoga kita semua bisa ditemukan malam lailatul qodar aamiin bismillah
BalasHapusyahdi kumullah
HapusAmin alkhamdulillah semoga ulasan dan tutur kata guru semoga menjadikani murid istikhomah dalam melaksanakan ibadah puasa dibulan ramadan,amiin trimakasih guru.
BalasHapusamin bismillah
BalasHapusSubhanallah, terimakasih ilmunya, semoga bisa jadi pencerahan untuk generasi muda agar tidak salah langkah lagi..
BalasHapus