Profil

Minggu, 05 Juni 2016

GAIRAH MALAM PERTAMA  
 Oleh : R. YUDHISTIRA RIA, M.Pd
( Pimpinan Pusat / Guru Besar Lembaga Dzikir Kasabullah Indonesia )

SUDAH menjadi ketetapan umum, utamanya para “pencari cinta” bahwa malam pertama adalah malam yang sangat menggairahkan dan yang paling diimpikan datangnya, sekalipun sampai saat ini belum ada satu orangpun yang berani menyatakan sebagai pembuat keputusan dan menetapkan bahwa malam pertama aturannya harus dilaksanakan seperti layaknya aturan-aturan yang terkandung maksud dalam Perda, Permen, Perpu,Tap MPR, Kepres dan semacamnya.

Dengan tidak adanya orang yang bertanggungjawab atas ketetapan malam pertama, bukan berarti menjadi suatu kerugian dan masalah bagi kita, justru dengan  tidak bertuannya aturan tersebut berarti  kita punya banyak peluang dan kesempatan menjadi pembuat keputusan, bahkan kita juga tidak takut untuk melakukan pelanggaran, karena ini aturan siapa? Milik siapa...?  “masalah buat.....lho?

Akibat tidak dimilikinya ketetapan hukum yang jelas, akhirnya para  pencari Cinta  menggunakan hak priogratifnya untuk melampiaskan “syahwatnya” sesuai dengan apa yang terbenak dalam alam pikirnya, ada yang cukup di rumah saja, ada yang memilih pergi ke tempat-tempat wisata yang terkenal, ada yang memboking hotel berbintang, bahkan ada yang memilih di alam-alam terbuka seperti di hutan belantara yang gelap gulita dan menakutkan, semata-mata hanya untuk memanjakan gairah cintanya pada wanita, sungguh luar biasa kesibukan mereka.

Hal yang sama juga tidak luput dari tingkah polah para pencari cinta kepada Allah Ta’ala, yang begitu bergairah untuk segera melampiaskan syahwat “rubiyahnya” dalam malam pertama bulan puasa Ramadhan 1437 H, ada yang memilih mudik ke tempat asal berpuasa bersama keluarga besar, ada yang membanjiri pantai-pantai melihal hilal, ada yang beritiqob di masjid istiqlal, ada yang membanjiri mall merebut pakaian dan makanan yang diobral, ada yang keliling meminta maaf agar puasanya menjadi halal, ada yang memilih mejeng di sepanjang jalan beraspal. Akibat sibuknya mencari malam pertama akhirnya lupa kepada hukum dan syarat bagaimana caranya agar puasanya menjadi halal. Saat semua kelelahan dan kembali kerumah masing-masing diawalinya puasa itu dengan makan syahur kemudian terlelap tidur di kasur. Sungguh sangat merugi bagi mereka yang tidak bertafakkur, karena puasa yang akan dilakukan hanya akan membuat amal puasanya tersungkur dan tidak bisa dipertanggungjawabkan setelah dibangkitkan dari alam kubur.

Kebiasaan melaksanakan puasa semacam itu akan terus diulang ulang, sekalipun usia kita sudah uzur, tanpa kita berusaha untuk mencari tahu bagaimana caranya agar ibadah puasa yang kita lakukan menjadi mabrur.

Kita kupas soal niat saja, sudah mengundang banyak benturan, belum lagi menyoal saat kapan yang tepat untuk mengawali puasa, mengingat orang-orang di atas yang kita panuti ikut-ikutan “bertengkar” berdasar hisab dan hilal. Kehancuran informasi yang tidak jelas itu telah membangun opini umat islam pecah seribu, yang berada di barisan organisasi membela mati-matian keputusan organisasinya dan mengenyampingan hukum-hukum positif dalam pelaksanaan ibadah puasa yang sebenarnya yaitu menahan hawa nafsu /amarah. Sedang umat yang tidak punya panyung hukum baik organisisasi maupun bendera, lebih memilih berinisiatif sendiri mengambil keputusan yang sangat sembrono “yang penting berpuasa”, dan “yang penting kalau ada lebaran lebih cepat saya akan mengikutinya“, dengan dalih kalau lebaran itu benar, kemudian kita tetap melaksanakan puasa berarti kita telah melakukan keharaman sedang haram itu dosa sedang dosa itu siksa sedang siksa itu neraka.
 “Dua hari ini adalah hari yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang untuk berpuasa di dalamnya yaitu Idul Fithri, hari di mana kalian berbuka dari puasa kalian. Begitu pula beliau melarang berpuasa pada hari lainnya, yaitu Idul Adha di mana kalian memakan hasil sesembelihan kalian.” (HR. Bukhari )
Kenapa mesti masalah lebarannya saja yang menjadi target kehati-hatian kita? Toh difinisi haram itu sama dengan terlarang, sehingga seandainya disanksi pastilah sanksinya soal pelanggaran itu saja, karena tidak ada sangsi yang membias misalnya jadi kafir dan semacamnya. Justru penentuan awal puasa itu jauh lebih penting, karena dalam bulan ramadhan itu ada “doorprize” dari Allah yang sangat luar yaitu malam lailatul qodar atau malam 1000 bulan atau selama 83 tahun kehidupan kita akan dijamin dengan ampunan dan berkah. firman Allah SWT dalam kitab suci al quran dalam surat al Qadr ayat 1-3:
Sesungguhnya  Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam lailatul qadar itu? Malam lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu malam. Maksudnya Cuma gara-gara sehari (semalam) yang tepat bisa menjamin kehidupannya hingga 83 tahun, subhanallah itu sama halnya seorang mahasiswa miskin yang punya cita-cita tinggi, tiba-tiba ditawari beasiswa kuliah ke luar negeri, yang terbayang dalam benaknya pastilah akan difasilitasi akomodasinya hingga cita-citanya tercapai.
Kalau kita memahami bahwa Allah akan turunkan Malam lailatur qodar pada malam-malam ganjil dari A’isyah radhiallahu ‘anha  berkata, “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda,
 تحروا (و في روية: التمسوا) ليلة لقدر في (الوتر من) العشر الأواخر من رمضان
“Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.”

Pertanyaan kita sederhana saja, lalu bagaimana dengan mereka yang menentukan Awal puasanya yang keliru dengan yang sebenarnya? Bisa jadi ganjilnya mereka genapnya yang benar begitu seterusnya. Kalau sudah kacau begitu tidak usah heran, toh Allah selalu berpesan “Allah suka kepada kebaikan yang diawali dengan kebaikan” innallaha toyyibi minal toyyib. Maksudnya agar salah satunya tidak terjadi seperti itu. Saya bukan bermaksud mengajak berhati-hati terhadap penentuan saat awal puasa melainkan hanya ini berpesan, agar kita bisa memperhatikan :


 
Sekalipun kekedar niat, tapi dengan prosesi niat yang salah dapat meluluh lantakkan nilai-nilai ibadah yang akan kita lakukan utamanya dalam melaksanakan ibadah puasa, Niat adalah rukun berpuasa sebagaimana pada seluruh ibadah. Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan itu (syah atau tidaknya) tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Al-Khaththab)
“Barangsiapa yang tidak memalamkan niatnya sebelum terbitnya fajar maka tidak ada puasa baginya.” ( HR. Abu Daud, At-Tirmizi  An-Nasai dan Ibnu Majah  )

Ada beberapa kritera niat puasa, diantaranya kalau mengacu kepada mashab Imam Syafii, ada niat di awal puasa dan ada niat dalam kesehariannya, kalaupun ada yang menjelaskan bahwa niat puasa cukup satu kali saja yaitu saat mengawali itupun juga jangan dimusuhi sebab mereka menggunakan mashab Imam Maliki atau kalangan fuqaha dari Al-Malikiyah menyakini tuntunan melafalkan niat tiap harinya tidak ada dalil nashnya justru secara pendekatan nash lebih mengena disebabkan dalam ayat Al-Quran, menjelaskan satu kali perintah niat puasa dalam satu bulan
…Siapa yang menyaksikan bulan (Ramadhan) itu hendaklah dia berpuasa…(QS. Al-Baqarah: 185)
Dengan pengertian bahwa bulan adalah ism untuk sebuah rentang waktu sehingga tidak dimaksudkan perintah itu terpotong-potong.

Jangan bingung.....itu masalah beliau (para imam mashab), kanapa kita mesti membuat perkara baru dengan meragukan pilihan mashab yang sudah kita tentukan, lalu ada apa kok sepertinya kita yang terbaik? Sehingga mashab-mashab yang lain dikafiri dan dimusuhi? Biarkan saja mereka memilih jalan-jalannya sendiri, toh yang begitu juga mendapat rekom dari Allah SWT  Maka barangsiapa menghendaki, maka dia mengambil jalan menuju
Rabb-Nya"
( Qs. An-Naba ayat 39 )

Bukan malam pertama melainkan malam terakhir yang perlu bergairah

Puasa kita memang bukan puasanya Rosulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam, yang bersemangat dan bergairah di awal-awal bulan puasa Ramadhon, bahkan tidak sedikit yang begadang di mushollah guna melakukan kegiatan ibadah dari sholat malam,dzikir,doa dan tadarrus, setelah itu merangsur semangat dan gairahnya bahkan ada yang lumpuh sama sekali, sibuk mengecat rumah, sibuk memilih pakaian, sibuk membuat kuwe, sibuk paketing souvenir/parsel dan sibuk rencanakan mudik dengan mencari sewaan mobil ke rental-rental untuk sekedar gaya?

Walau kita bukan Rosulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam tapi mau tidak mau kita adalah ummatnya yang terikat erat secara moral yang pada saat kiamat nanti kita mohon uluran tangannya agar mensafaati kita berdomisi di alam surga, kalau begitu setidaknya kita ambil hati dengan mengimbangi apa yang beliau maksud dan contohkan di akhir Ramadhan lebih dari hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim) bukan itu saja Rosulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam
Mengajak kita dengan memperbanyak ibadahnya disaat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Bahkan untuk mewujudkan maksud tersebut Rosulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasallam sampai-sampai menjauhi istri-istrinya dari berhubungan intim seraya mendorong  keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah mengatakan,
 “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Subhanallah, kita berharap Allah menghadiahi keteladanan beliau kepada kita sekalian, agar kita menjadi hamba-hamba yang beruntung.

Selamat menunaikan ibadah puasa 1437 H dengan pernuh marfiroh dan berokah, amin #dakwahislamiyahkasabullah

19 komentar:

  1. subhanallah... terima kasih ulasannya guru...

    BalasHapus
    Balasan
    1. sesungguhnya setiap apapun dapat kita ulas secara fair dan terbuka, tapi sayangnya orang lain kurang suka apabila kita berkata jujur.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Subhanallah walhamsulillah wa ilahaillalla wallahuakbar. Trimakasih guru ataas tambahan ilmunya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walau kekayaan Allah membuat kita tampak miskin sekali, bukan berarti kita harus tampak jahat atas rakhman rakhimnya Allah

      Hapus
  6. Subhanalloh walhamdulilla walailahaillalo huallo huakbar trmksih guru atas tmbahan ilmunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. memahami makna hidup, tidak cukup selesai dengan satu kali tafakkur, sebab allah yang maha kaya memberi waktu kepada kita untuk mentafakkurinya, sekalipun tidak akan pernah ada yang berhasil secara korum karena usia kita terbatas,

      Hapus
  7. Subhanalloh Alhamdulillah,sy ucapkan terimakasih yg sebesar besarnya kepada boskasabullah mau yg membagi ilmunya sayajd paham masalah ibadah puasa

    BalasHapus
  8. Terimakasih banyak bos kasabullah yg membagi kan ilmunya alhamdulillah dapat tambahan ilmu

    BalasHapus
  9. guru harap murid semakin hari semakin memahami makna hidup, dengan mengikuti jalan-jalan tafakkur secara berkala di media sosial.............

    BalasHapus
  10. Subhanallah, kami berharap Allah menghadiahi keteladanan nabi Muhammad saaw kepada kami, agar kami menjadi hamba-hamba yang beruntung . Amin bismillah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berharap mendapat hadiah tanda orang berakal, sedang berkhayal dapat hadiah tanpa bekal. sungguh tidak masuk akal (yudhistira ria)#falsafahhidup

      Hapus
  11. Subhanallah,terima kasih guru atas segala ilmu dan bimbinganya murid bisa jadi ngerti makna puasa dan lailatul qodar semoga kita semua bisa ditemukan malam lailatul qodar aamiin bismillah

    BalasHapus
  12. Amin alkhamdulillah semoga ulasan dan tutur kata guru semoga menjadikani murid istikhomah dalam melaksanakan ibadah puasa dibulan ramadan,amiin trimakasih guru.

    BalasHapus
  13. Subhanallah, terimakasih ilmunya, semoga bisa jadi pencerahan untuk generasi muda agar tidak salah langkah lagi..

    BalasHapus